Selasa, 24 Maret 2009

CATATAN SINGKAT TENTANG SEJARAH LOKAL

SEJARAH LOKAL
( CATATAN SINGKAT )


Pengertian Sejarah Lokal è adalah Sejarah dari suatu Locality atau tempat yang
batasannya ditentukan oleh “perjanjian” yang diaju-
kan oleh penulis sejarah. ( Taufik Abdullah, Sejarah
Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni-
Versity Press, Agustus 2005 ), hlm. 15.
Adapun batasan Geografisnya dapat suatu tempat tinggal Suku Bangsa (mungkin mendiami 2 atau tiga daerah administratip); dapat pula sebuah Kota; atau lebih kecil lagi suatu desa ( contoh lihat Ahmad Adaby Darban. Sejarah Kauman. Yogyakarta: Terawang, 2000 ).
Dengan demikain, maka dapat dirumuskan dengan sederhana, bahwa “ Sejarah Lokal” adalah sebagai kisah di “kelampauan” dari satu kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada “daerah geografis” yang terbatas.
Menurut: a. Finberg & Skippè Pembatasannya lebih khusus yaitu “ suatu komunitas “, “township” atau “village”.
b. Piere Gonbertè Memberikan batasan Lokal antara lain semacam “desa” atau “beberapa desa”; “kota kecil atau sedang”; atau “daerah geografis yang ak lebih besar dari Country” (kira-kira kecamatan) ( lihat Deadalus, Winter, 1971. hlm.113.)
Oleh karena itu penulisan Sejarah Lokal bukan merupakan bagian sub ordinat dari Sejarah Nasional, sebab Sejarah Lokal memiliki bentuk kajian yang berbeda dan tidak harus selaras dengan Sejarah Nasional.

Pertanyaan pokok dalam studi dan penulisan Sejarah Lokal antara lain ialah :
1. Sasaran Sejarah Lokal adalah “ Asal-usul è Pertumbuhanè Kemunduranè
Kejatuan dari kelompok masyarakat local. ( HPR Finberg madzhab Leiceter)
2. Kajiannya pada Irama Sejarah pada sebuah Kelompok Masyarakat local yang
tertentuk secara unik ( Finberg dan Skipp)
Pada prinsipnya è Pikiran-pikiran yang penting dari rumusan ini adalah “problem-problem pokok” harus bertolak dari realitas lokalnya, atau seleksi peristiwa harus ditentukan oleh tingkat pentingnya dalam perkembangan daerah local yang dibicarakan.

Perbedaan Lokal dan Nasional tidaklah terletak dari tingkat bastraksi – general- sasi, tapi lebih pada orientasinya !. Masalah local adalah masalah local dan segala soal yang menyangkut pada dirinya. Dengan demikian pada pengungkapan Sejarah Lokal dengan pertanyaan pokok lebih sederhana ialah : “Apakah proses dan kecenderungan structural dapat menjelaskan perkembangan dari masyarakat di Lokalitas ini ( daerah ini )”. Dengan demikian Sejarah Lolak harus memiliki otonomi.

Secara metodologis, Sejarah Lokal menuntut adanya kemampuan teknis dan daya analisis yang tinggi, yaitu menuntut adanya kecermatan dan ketelitian yang lebih tajam dan mendalam.
Dalam mengerjakan dan dalam perumusan sasaran pokok Sejarah Lokal Geografis dan ruang lingkupnya, sering berkaitan erat dengan sejarah social.
Sasaran pokok yang ideal adalah “ Struktur dan proses dari tendakan dan interaksi manusia sebagai yang terjadi dalam kontek sosio-kultural di masa lampau yang tercatat,” dan dapat pula diungkapkan secara Holistik ( termasuk Ekonomi dan Politik ) yang terjadi di suatu local dan punya cirikhas tertentu.Lihat Hecht, J.Jean. International Encyclopedia of the Social Sciences. 1968,)

Kuntowidjojo membuat catatan akhir, bahwa “Sejarah Lokal dalam bentuk yang mikro telah tampak dasar-dasar dinamikanya, sehingga peristiwa-peristiwa sejarah dapat diterangkan melalui dinamika internal yang di tiap daerah mempunyai kekhasan sendiri yang otonom. Adanya pendekatan interdisipliner ( atau menurut Sartono Kartodirdjo “Multi-demensional ) dalam penulisan Sejarah likal akan membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam Historiografi yang lebih luas dan lebih dalam. A.Adaby D. 7-9-2007

Senin, 23 Maret 2009

PERANAN ISLAM DALAM PERJUANGAN INDONESIA

OLEH : AHMAD ADABY DARBAN



“Wahai orang-orang yg berIman ingatlah pada
nikmat Allah yg diberikan kepadamu, ketika
suatu kaum mencengkramkan tangannya ber-
buat jahat kepadamu, lalu Allah mencegah /
menyingkirkan tangan mereka (menyelamat-
kanmu ), dan bertaqwalah kepada Allah, dan
hanya kepada Allah lah hendaknya orang-orang
beIman itu bertawakal” (Q.S. Al Ma’idah: 11)


MUQADIMAH
Perjuangan untuk memperolah “Kemerdekaan Indonesia” tidaklah muncul begitu saja, namun melalui proses perjuangan panjang yang telah mendahuluinya. Kedatangan bangsa Eropa yang tidak bersahabat, mereka datang membawa bedil dan meriam, dengan pendekatan perang ( baca : Pidato pengukuhan Guru besar Umar kayam, Transformasi Budaya Kita, 1989 ). Dengan semboyan Gospel-Gold-Glory ( penyebaran Bible/ Kristenisasi, mencari kekayaan/ eksploitasi, dan mencari daerah jajahan/ kejayaan ), mereka dengan politik Devide et Impera memecah belah masyarakat di Indonesia, sedikit demi sedikit menguasai tlatah Indonesia ini. Perjuangan umat Islam melawan penjajahan kolonial Portugis, Belanda, dan Inggris dimulai dari kerajaan-kerajaan, dan kemudian diteruskan oleh perjuangan rakyat semesta yang dipimpin sebagian besar oleh para ulama. Jadi perjuangan ini dirintis sejak dari perlawanan kerajaan-kerajaan Islam, kemudian diteruskan dengan munculnya pergerakan sosial di daerah-daerah, yaitu perlawanan rakyat terhadap kolonial/penjajahan dan para agen-agennya, sampai dengan munculnya kesadaran bernegara yang merdeka.

Dalam perjuangan di kawasan Nusantara, khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslimin, maka peranan Ajaran Islam dan sekaligus Umat Islamnya punya arti yang sangat penting dan tidak dapat dihapus dalam panggung sejarah Indonesia.
PERANAN ISLAM SEBAGAI AJARAN MELAWAN PENJAJAHAN
Ajaran Islam yang dipeluk oleh sebagaian besar rakyat Indonesia telah memberikan kontribusi besar, serta dorongan semangat, dan sikap mental dalam perjuangan kemerdekaan. Tertanamnya “RUHUL ISLAM” yang di dalamnya memuat antara lain :
1. Jihad fi Sabilillah, telah memperkuat semangat rakyat untuk berjuang melawan penjajah ( Sartono Kartodirdjo, 1982). Dengan semangat Jihad, umat akan melawan penjajah yang dlolim, termasuk perang suci, bila wafat syahid, sorga imbalannya.
2. Ijin Berperang Dari Allah SWT. (Q.S. Al Haj : 39) “ Telah diijinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, sesungguhnya mereka itu dijajah/ditindas, maka Allah akan membela mereka ( yg diperangi dan ditindas )”.
3. Symbolbegrijpen (Simbol kalimat yang dapat menggerakkan rakyat), yaitu “TAKBIR” Allahu Akbar, selalu berkumandang dalam era perjuangan umat Islam di Indonesia.
4. “Khubul Wathon minal Iman”, cinta tanah air sebagian dari Iman, menjadikan semangat Partiotik bagi umat Islam dalam melawan penjajahan.
Pada kesimpulannya Dr. Douwwes Dekker ( Setyabudi Danudirdja) menyatakan bahwa :
“Apabila Tidak ada semangat Islam di Indonesia, sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia” (dalam Aboebakar Atjeh: 1957, hlm.729).
Dengan demikian ajaran Islam yang sudah merakyat di Indonesia ini, punya peranan yang sangat penting, berjasa, dan tidak dapat diabaikan dalam perjuangan di Indonesia.

PERANAN UMAT ISLAM
Umat Islam Indonesia punya peranan yang menentukan dalam dinamika perjuangan untuk memdapatkan kemerdekaan. Dalam perjuangan ini dapat dibagi menjadi :

1. Perjuangan Kerajaan-Kerajaan Islam melawan Kolonial
Dimulai sejak awal masuknya bangsa barat dengan pendekatan kekuatan yang represif (bersenjata), maka dilawan oleh karajaan-kerajaan Islam di kawasan Nusantra ini. Perjuangan ini antara lain : Malaka melawan serangan Portugis (1511) diteruskan oleh Ternate di Maluku (Portugis berhasil dihalau sampai Timor Timur), kemudian Makasar melawan serangan Belanda(VOC), Banten melawan serangan Belanda (VOC), dan Mataram Islam juga melawan pusat kekuasaan Belanda(VOC) di Batavia (1628-1629) dan masih banyak lagi. Mereka gigih, dan Belanda pun kalangkabut, namun setelah ada politik “Devide Et Impera” (pecah belah), satu persatu kerajaan ini dapat dikuasai.
Meskipun demikian semangat rakyat tidak pudar melawan penjajahan kolonial, maka
selanjutnya perjuangan melawan penjajahan diteruskan oleh rakyat dipimpin Ulama.

2. Perjuangan Rakyat Dipimpin oleh Para Ulama
Setelah kaum kolonial berhasil menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia, namun umat Islam bersama para ulamanya tidak berhenti melawan penjajahan. Munculah era Gerakan Sosial merata di seluruh pelosok tanah air. Ulama sebagai Elite Agama Islam memimpin umat melawan penindasan kedloliman penjajah. Sejak dari Aceh muncul perlawanan rakyat dipimpin oleh Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nya’ Dhien; di Sumatera Barat muncul Perang Paderi dipimpin oleh Imam Bonjol; Perlawanan KH.Hasan dari Luwu; Gerakan R. Gunawan dari Muara Tembesi Jambi; Gerakan 3 Haji di Dena Lombok; Gerakan H. Aling Kuning di Sambiliung Kal-Tim; Gerakan Muning di Banjarmasin; Gerakan Rifa’iyah di Pekalongan; Gerakan KH. Wasit dari Cilegon; Perlawanan KH. Jenal Ngarib dari Kudus; Perlawanan KH. Ahmad Darwis dari Kedu; Perlawanan Kyai Dermojoyo dari Nganjuk; dan juga perlawanan P. Dipanegara, masih banyak lagi.
Dari perlawanan itu, sesungguhnya pihak Belanda sudah goyah kekuasaaanya, sebagai bukti tiga perlawanan : Rakyat Aceh, Sumatera Barat, dan Java Oorlog (Dipanegara) telah mengorbankan : 8000 tentara Belanda mati dan 20.000.000 Gulden kas kolonial habis. Oleh karena itu, mereka kemudian mencari jalan lain, yaitu mengubah politik kolonialnya dengan pendekatan “ Welfere Politiek” (Politik Kemakmuran) untuk menarik simpati rakyat jajahan. Namun, pada kenyataannya politik itu dijalankan dengan perang kebudayaan dan idiologi, terutama untuk memecah dan melemahkan potensi umat Islam Indonesia yang dianggapnya musuh utama pemerintah kolonial.


3. Pergerakan Nasional di Indonesia
Sebelum memesuki era Pergerakan Nasional, pihak kolonial mencoba politik kemakmuran dan balasbudi. Munculah Politik Etische oleh Van Deventer; Politik Assosiasi oleh Ch.Snouck Hurgronje; dan Politik De Islamisasi (Dutch Islamic Polecy) oleh Christiaan Snouck Hurgronje. Kelihatannya politik itu humanis untuk kesejahteraan rakyat, namun karena landasannya tetap kolonialisme, maka jadinya tetap eksploitatif dan menindas rakyat. Khusus politik De Islamisasai sangat merugikan umat Islam, karena :
a. Memecah umat Islam jadi dua dikotomi Abangan dan Putihan
b. Membenturkan Ulama dengan Pemuka Adat
c. Memperbanyak sekolah untuk memdidik anak-anak umat Islam agar terpisah dari kepercayaan pada agama Islamnya.
d. Menindas segenap gerakan politik yang berdasar Islam
e. Membikin masjid dan memberangkatkan haji gratis untuk meredam gerakan Islam.( Snouck Hurgronje, Islam in de Nederlansch Indie )
Akibat dari politik kolonial di atas, maka perjuangan melawan kolonial menjadi terpecah. Menurut Thesis Endang Syaifuddin Anshari,MA. perjuangan di Indonesia terpecah jadi dua kelompok besar yaitu: Nasionalis Islami dan Nasionalis Sekuler. Kondisi inilah sampai sekarang masih tampak dalam dinamika perpolitikan kita.

Sebagai salah satu yang penting pelopor awal Pergerakan Nasional di Indonesia ialah umat Islam, yaitu pada tanggal 16 Oktober 1905, lahir Sarekat Dagang Islam (SDI) (baca wawancara Tamardjaja dengan H. Samanhudi, 1955, di majalah Syiyasyah 1974), yang kemudian th. 1912 jadi Sarekat Islam (SI), sebagai gerakan Ekonomi dan politik. Pada Tanggl 18 November 1912 lahir Muhammadiyah sebagai gerakan Sosial Keagamaan, dari lembaga pendidikannya menghasilkan pimpinan bangsa Indonesia yang menentang Belanda,kemudian selanjutnya Jami’atul Khoir, Al Irsyad, Jong Islamieten Bond (1922), Persatuan Islam (Persis) th. 1920, Nahdlotul Ulama ( 1926 ), dan lainnya adalah dalam kategori nasionalis Islami, yang kesemuanya punya andil dalam melawan Belanda. Di samping itu lahirlah Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, dan Indische Partij (1912), Jong Java, PKI, Perhimpunan Indonesia (PI), PNI (1927) dan sebagainya, adalah dalam kategori nasionalis sekuler. ( Endang Syaifuddin Anshari, Piagam Jakarta: 22 Juni 1945. Thesis di Mac Gill University, Canada ).
Dalam menghadapi gerakan umat Islam, Belanda menggunakan “Christening Politiek” (dalam Pidato Ratu Belanda yang dibacakan oleh:Gub.Jend. Idenburg) namun tidak berhasil. Ketika gencarnya SI menuntut “Boemi Poetera Zelfbestuur” (Bangsa Indonesia berpemerintahan sendiri), dengan gerakan Rapat Akbar dan pemogokan yang dilakukan hampir merata di pelosok kepulauan Indonesia, maka Belanda grogi dan segera bertindak. Untuk menghadapi gelombang gerakan umat Islam itu, maka upaya Politik Belanda dengan mendatangkan VIRUS KOMUNIS, yaitu menggunakan tokoh-tokoh komunis Belanda Snevliet, Barandesteder, Ir. Baars, Brigsma dan Van Burink, didatangkan ke Indonesia untuk menghadapi Islam di Indonesia. Tokoh-tokoh komunis itu kemudian mengkader Semaun, Alimin Dharsono & Tan Malaka, disusupkan ke SI, terjadilah pembusukan dari dalam, pecahlah SI jadi dua: SI Putih yang asli, dan SI Merah yang komunis bergabung dengan ISDV ( Indische Socialis Democratische Vereeniging ) jadi PKI (23 Mei 1920). Mulai dari sinilah maka umat Islam berhadapan terus dengan komunis. ( A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. dan A. Adaby Darban, Peranserta Islam dalam Perjuangan Indonesia. ).

Pada tahun 1937 organisasi-organisasi Islam bersatu membentuk MIAI ( Majlisul Islam A’la Indonesia ), diprakarsai oleh Muhammadiyah, NU, Persis, Alwasliyah dan lainnya. Pada zaman Jepang MIAI diubah namanya jadi MASJUMI ( Majlis Syurau Muslimin Indonesia ), dan memiliki pasukan Hizbullah Sabilillah, sebagai modal perjuangan bersenjata di kemuidian hari.

Pada saat mempersiapkan kemerdekaan dalam BPUPKI disidangkan konsep dasar negara, muncul konsep Moh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno yang telah diajukan, namun sidang belum menerima, kemudian dibentuklah panitia Ad Hock (9 anggota), yang memutuskan Rumusan Piagam Djakarta 22 Juni 1945 ( Djakarta Charter ). Rumusan itu melalui debat yang panjang akhirnya disetujui pada tanggal 16 Juli 1945. (Komentar Soekarno, bahwa Djakarta Charter merupakan konsesnsus nasional persatuan antara Kaum Kebangsaan dan Islam). Namun, pada tanggal 18 Agustus 1845, keputusan itu dianulir atas usul Opsir Jepang mengatasnamakan utusan dari Indonesia Timur, yang menyatakan bahwa bila kalimat “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluknya” tidak diubah, maka Indonesia Timur akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia . Dengan demikian Hatta lobi dengan para ulama agar dapat mengubah Piagam Djakarta demi persatuan Nasional RI. Pada awalnya para ulama tidak setuju, sebab itu sudah keputusan BPUPKI sebagai konsensus nasional, namun demi toleransi dan menjaga negara RI dari perpecahan, akhirnya disepakati dengan kalimat : “ Ketuhanan Yang Maha Esa “ (peranan Ki Bagus menempatkan Yang Maha Esa sebagai Taukhid Rakyat Indonesia ). ( Endang Syaifuddin Anshari, Piagam Jakarta.)

4. Peran Umat Islam dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, umat Islam punya peranan penting, yaitu : Pertama, secara pisik Umat Islam dengan Lasykar Hisbullah-Sabilillah, kemudian diteruskan Asykar Perang Sabil (APS) dan lasykar Islam lainnya di daerah, gigih berjuang membantu TKR (TNI) untuk mempertahankan NKRI dengan perang gerilnyanya melawan Sekutu-NICA (Netherland Indie Civil Administration, Belanda) yang akan kembali berkuasa di Indonesia. Secara pisik pula Lasykar Hisbullah-Sabilillah yang kemudian diteruskan oleh Markas Ulama Asykar Perang Sabil (APS) bersama pasukan TNI dari Siliwangi melawan Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 18 September 1948 ( dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifuddin ), yang akan menghancurkan NKRI dan akan membentuk Pemerintahan Komunis Indonesia, menjadi bagian atau satelit dari Commitern Komunis Internasional yang berpusat di Moskow,Rusia. Pemberontakan PKI 1948 ini berjalan secara biadab, membantai para ulama dan santri, membantai kaum nasionalis, membantai pamongpraja, dapat digambarkan ada suatu gedung untuk pembantaian yang darahnya menggenang sampai satu kilan. Dengan adanya kerjasama antara kelasykaran umat Islam, kelasykaran kaum nasionalis, dengan TNI berhasil menghancurkan kekejaman dan kebiadaban Pemberontakan PKI 1948.

Setelah kemerdekaan dan adanya maklumat Wakil Presiden X/1946, bangsa Indonesia dipersilahkan mendirikan partai politik. Dalam hal ini pada awalnya aspirasi politik umat Islam ditampung dalam satu wadah, meneruskan namanya yaitu Majelis Syurau Muslimin Indonesia ( Masyumi ), dalam ikrar persatuan umat Islam ”Panca Cita”.

Kedua, dalam proses perjuangan diplomasi ada beberapa perundingan antara lain Linggajati, Renfille, Roem-Royen, dan KMB. Pada perundingan Renfille wilayah NKRI menjadi sempit, dan berdirilah negara-negara bagian lain sebagai negara boneka Belanda, dan lebih parah lagi Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI diduduki Belanda. Secara spontan dan bertanggung jawab Mr.Syafruddin Prawiranegara (Masyumi) mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 19 Desember 1948 di Sumatera Barat
( Mulai tahun 2006 dijadikan hari peringatan Bela Negara ). Adanya perlawanan gerilya bangsa Indonesia yang tiada hentinya ( termasuk perebutan Jogjakarta dari tangan Belanda tanggal 1 Maret 1948), maka PBB meminta genjatan senjata dan diadakan perundingan lagi, yaitu Roem – Royen. Dalam perundingan itu deplomasi Mr.Moh.Roem berhasil menggiring pihak Belanda untuk antara lain : 1.Mengembalikan Ibukota RI Yogyakarta;2.Pembebasan Soekarno-Hatta dan para mentri yang ditawan Belanda; 3. Menyelenggarakan Konfrensi Meja Bundar (KMB), dan 4. Belanda mengakui keberadaan RI.
Pada KMB Belanda mengakui eksistensi Republik Indonesia Serikat, yang masih memiliki negara-negara bagian (boneka) dibawah pengaruh Belanda. Presiden Soekarno jadi Presiden RIS, sedangkan Mr. Assa’at jadi Presiden Republik Indonesia( RI ) kedua, bagian dari RIS. Dalam rangka menyatukan Indonesia kembali, tokoh umat Islam Muhammad Natsir (Masyumi) mempelopori “MOSI INTEGRAL NATSIR yang isinya untuk KEMBALI KE BENTUK NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)”. Mosi integral Natsir ini mendapat dukungan sebagain besar anggota kabinet dan Presiden Soekarno, meskipun Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II tidak mau ikut tanda tangan mendukung, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno berdasarkan mosi itu memberanikan diri menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.


5. Umat Islam di Era Mencari Bentuk Demokrasi Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 menggambarkan bahwa NKRI adalah negara demokrasi, namun formulasi demokrasi yang bagaimana bentuknya masih dalam pencarian. Apakah Demokrasi Liberal, apakah Demokrasi Sosialis, ataukah Demokrasi Theokrasi ?. Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap ( dari Masyumi ) Indonesia mengadakan pemilihan umum pertama di tahun 1955, diikuti hampir + 100 partai, disaksikann oleh PBB. Dalam pemilu itu muncul 4 kekuatan partai besar yaitu rangking pertama PNI dan Masyumi suaranya berimbang, disusul NU, kemudian PKI. Hasil dari Pemilu itu adanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan kemudian pemilu kedua menghasilkan Konstituante (pembuat Konstitusi/ UUD). Dalam Konstituante memang ditawarkan dan untuk menjaring aspirasi rakyat dalam menentukan UUD baru yang aspiratitf rakyat Indonesia. Berbagai golongan masyarakat yang diwakili oleh partainya menyampaikan usulannya, sehingga mengerucut pada UUD pertama 1945 namun pada Preambulenya ada yang mengacu keputusan Sidang BPUPKI 16 Juli 1945 yaitu Piagam Djakarta , dan mengacu dari keputusan PPKI 18 Agustus 1945, dengan suara berimbang, namun tidak dapat memenuhi 75% suara untuk dapat memutuskannya, sehingga selalu tidak dapat diputuskan. Aklhirnya pihak Militer (A.H. Nasution ) membuat konsep Dekrit Presiden, kemudian diterima oleh Bung Karno, maka pada tanggal 5 Juli 1959 Dekrit Presiden itu dideklarasikan, isinya antara lain :
1. Pembubaran Konstituante; 2. Kembali pada UUD 1945, dan Piagam Djakarta sebagai yang menjiwai UUD 1945 ; 3. Bentuk Negara Demokrasi Terpimpin.

6. Umat Islam di Era Demokrasi Terpimpin
Munculnya Dekrit Presiden ini untuk sementara dapat meredam perbedaan pendapat dalam konstituante, namun juga berdampak menjadi awalnya bentuk pelaksanaan pemerintahan yang otoriter, kekuasaan tunggal di tangan presiden. Hal ini terbukti, ketika Presiden Soekarno mengajukan RAPBN ke DPR hasil Pemili 1955, oleh karena kondisi negara belum mampu, maka ditolak DPR dan diminta untuk diperbaiki, namun dengan pendekatan kekuasaan Bung Karno membubarkan DPR hasil pemilu, dan kemudian dengan kekuasaanya pula presiden Soekarno menyusun DPR baru atas tunjukannya dengan diberi nama DPRGR. Tokoh-tokoh umat Islam menentang sikap otoriter ini, namun kemudian ditangkapi dan dipenjara. Dari beberapa kasus yang menentang otoriter kekuasaan pada waktu itu, ditangkapilah tokoh-tokoh Islam antara lain Mr.Prawoto Mangkusasmito ; Mr. Mohammad Roem; KH Muhammad Natsir; KH E.Z. Muttakin; Mr. Kasman Singodimejo; dan Hamka dan lainnya , mereka disiksa , dan tidak diproses hukum melalui pengadilan.

Dari tahun 1960 sampai 1965 situasi negara dalam keadaan tegang , akibat adanya iklim antagonis dalam masyarakat. Polarisasi NASionalis + Agama + KOMunis (NASAKOM) yang dicetuskan pemerintah menjadi kekuatan yang saling benturan. Pendekatan kaum Komunis (PKI) pada pemerintah banyak digunakan umtuk menghantam umat Islam dan gerakan Islam. Muncul istilah Ganyang Kontra Revolusi, Ganyang 7 Setan desa ( salah satunya haji ). PKI mengadakan Aksi Sepihak, yaitu menyerobot dan menduduki tanah milik umat Islam, milik pesantren dsb. untuk dibagikan pada para pendukungnya, sedangkan bila terjadi perlawanan diadakan teror dan sampai pembunuhan. Setelah PKI merasa kuat dan siap untuk mengambil alih kekuasaan, menyiapkan angkatan ke 5 Buruh Tani dipersenjatai, import senjata jenis Tschung dari RRChina, banyak mengadakan pelatihan militer di beberapa daerah, dan mengadakan aksi sepihak menduduki tanah-tanah perusahaan dan tanah masyarakat, serta mengadakan teror dan pembantaian terhadap lawan politiknya. Menyerang tempat-tempat Ibadah menginjak-ijai kitab suci Al Qur’an, seperti peristiwa Kanigoro, Bandar Betsy, menteror dan menangkapi seniman Manikebu lawannya Lekra (PKI), Puncaknya meletuslah Pemberontakan G.30.S. / PKI. Digerakkan oleh Dewan Revolusi yang berisi tokoh-tokoh PKI ( DN Aidit, Sam Qomaruzaman, Nyoto, Nyono, Istiajid, dan sebagainya ) sebagai pengendali gerakannya ( Surat Perintah Comite Central/ CC PKI No. 13/ P1 / 65, tanggal 28 Septembar 1965, isinya Perintah mendirikan Dewan Revolusi Daerah ). Pemberontakan G.30.S. /PKI telah membantai kalangan ABRI, para Santri dan Kyai di pedesaan, pemuka agama lainnya termasuk di Bali, mereka telah disediakan sumur-sumur untuk penguburannya.

Ummat Islam membentuk Kogalam ( Komando Kesiapsiagaan Umat Islam ) dan GEMUIS ( Genarasi Muda Islam ), Organisasi-organisasi Islam mendirikan pasukan Banser, Kokam, Brigade PII, Korba HMI, dan sebagainya, sebagai kekuatan untuk menghadapi pemberontakan PKI 1965 itu. Gerakan pemberontakan G.30.S./PKI di pusat maupun daerah-daerah berhasil ditumpas, sehingga selamatlah negara Republik Indonesia dari usaha dijadikan negara komunis. Situasi negara mulai ada perubahan, masyarakat menyadari akan bahaya laten komunis, dan membuka lembaran baru dalam kehidupan negara yang memiliki nuansa keagamaan atau religiositas yang memang sebagai jati diri Bangsa Indonesia.

7. Umat Islam di Era Orde Baru
Pada awal kebangkitan Orde Baru adalah dalam rangka kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen, memperbaiki stuktur birokrasi dan demokrasi bersih dan sehat. Pada awalnya umat Islam memberikan dukungan , memang umat Islam untuk sementara merupakan eksponen dan dijadikan tumpuan. Namun pada proses perjalanan sejarah selanjutnya eksponen umat Islam mulai ditinggal, dan bahkan gerakan umat Islam mulai dimandulkan, bahkan berusaha untuk dibersihkan.
Gerakan politik Islam dilikwidasi sedikit demi sedikit posisinya bahkan dimandulkan, mulai Pemilu 1971 yang penuh rekayasa dan ”Bolduser”, menekan umat Islam dan politisi lain untuk memenangkan Golkar. Maka berhasilah menguatkan posisi kekuasaan Suaharto, yang selanjutnya akan kembali mmenjadi penguasa tunggal yang otoriter sampai tahun 1998.
Pemerintahan Orde Baru kemudian banyak meninggalkan potensi umatIslam, justeru merangkul kekuatan minoritas di Indonesia yang ”diridloi oleh Amerika” serta sekutunya. Sebagai puncaknya kebijakan terhadap umat Islam adalah dilarangnya partai dan organisasi massa memakai asas Islam.Kebijakan ini sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda atas nasehat Snouck Hurgronje untuk membatasi gerakan umat Islam di Indonesia. Kebijakan pemerintah Orde baru terhadap politik Islam itu berdampak antara lain :
Pertama, peranan politik umat Islam yang mengusung cita-cita Islam tidak mendapat tempat yang layak, bahkan dikerdilkan dengan cara rekayasa politik. Dengan menggunakan berbagai macam skenario politik untuk menyudutkan dan memberi gambaran citra negatif bagi perjuangan umat Islam Indonesia. Sebagai contoh, dimunculkanlah skenario Komando Jihad, Teror Warman, dan sebagainya, yang kesemuanya itu memancing umat Islam untuk bertindak kekerasan, kemudian didlolimi. Dimunculkannya peristiwa-peristiwa penuhy rekayasa seperti, Tanjung Priuk ( 600 umat Islam dibantai ); Talangsari (pembantaian kyai dan sastri serta penduduk desa di Lampung ); pembajakan Pesawat Wayola, dan masih banyak lagi poeristiwa di daerah-daerah yang menjadi korbannya umat Islam. Dalam bidang politik formal kekuatan realitas umat Islam terus ditekan, dan dengan penuh rekayasa dikerdilkan, sehingga partai politik di DPR dan MPR tidak dapat berkutik ( dibikin kecil ).
Kedua, di kalangan umat Islam mencari jalan lain ( tidak melalui politik praktis ), yaitu lebih menggiatkan gerakan Dakwah – Sosial – Pendidikan dan Kebudayaan. Munculah gerakan Dakwah di berbagai lapisan masyarakat dan pelatihan-pelatihan secara intens dalam memahami Islam Penanaman Nilai dasar Islam (PNDI), lahirnya Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ) seperti Jama’ah Salman (ITB), Jamaah Shalahuddin (UGM), dan sebagainya. Gerakan Sosial meningkatkan kepedulian pada kaum fakir-miskin-yatim piatu dan kaum mutadzafin, munculnya lembaga-lembaga sosial dan pendidikan baru di kalangan umat Islam. Dalam bidang pendidikan berkembang dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan baru termasuk maraknya pertumbuhan perguruan tinggi Islam di Indonesia, dan adanya peningkatan penerbitan buku-buku dan media Islam lainnya. Lahirnya lembaga-lembaga Seni-Budaya Islam dengan karya-karyanya, lebih maraknya pemakian busana muslim dan muslimah ( pemakian Jilbab diterima olah masyarakat dan banyak diikuti ).

Pemerintah Orde Baru yang selalu phobi pada gerakan Islam, kemudian membuat kebijakan antara lain pembatasan gerakan dakwah, dengan mewajibkan izin dan mubaligh/da’i nya diseleksi oleh pemerintah dengan wajib menggunakan SIM ( kartu Surat Ijin sebagi Mubaligh ), dan pengawasan ketat, serta kemudian juga melarang kegiatan dakwah di kampus-kampus. Pemerintah Orde baru juga melarang pemekaian Jilbab di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, di lembaga pemerintahan, dan mencitrakan bahwa pemakaian Jilbab itu adalah kaum Islam Radikal. Meskipun peraturan ini dilakukan dengan pengawasan ketat dan represif, namun arus deras dari masyarakat Islam yang mendukung lebih kuat, sehingga pemerintah Orde Baru tidak mampu mengatasinya.
Dalam rangka membendung arus kesadaran ber-Islam yang lebih intens ini, pemerintah Orde Baru menggunakan berbagai macam skenario politik untuk menjebak aktivis-aktivis umat Islam agar berbuat radikal, sehingga citra Islam terus negatif di Indonesia. Meski demikian hanya sebagian kecil yang dapat terjebak, bagi yang sadar akan adanya skenario ini lebih baik diam dan menekuni gerakan dakwah, sosial,pendidikan dan kebudayaan..
Adanya pembukaan hubungan dengan luar-negeri ( khususnya Amerika-Eropa-dan Jepang ), Orde Baru banyak menerima ”Bantuan” alias Hutang. Selain itu pula pemerintah juga mengontrakkan sumber minyak dan tambang lainnya termasuk Freeport, sehingga pemerintah Orde Baru banyak mengantongi hasilnya. Kelihatannya dapat meningkatkan kemakmuran dan penghasilan negara, namun ternyata hanya semu.
Pemerintah Orde Baru yang merasa tertolong dengan modal asing itu, kemudian banyak meninggalkan umat Islam ( sebagai Ekonomi golongan menengah kebawah yang realistis penyangga perekonomian Indonesia ).

Umat Islam dalam bidang ekonomi menduduki golongan pengusaha menengah ke bawah. Sentra-sentra perekonomian umat Islam memiliki jaringan sampai pada ekonomi kerakyatan di lapisan bawah ( seperti Ekonomi Pertanian; Tekstil; Batik; Garmen; sampai ke Industri Kerajinan Rakyat/rumah tangga ). Pada zaman pemerintahan Orde Baru yang banyak bergantung pada Modal Asing, lebih berpihak pada golongan ekonomi Konglomerat, sehingga sebagian pinjaman modal asing itu dialirkan pada Konglomerat. Akibatnya ialah, pertama Golongan Konglomerat ini tangan-tangan guritanya sampai pada lapisan ekonomi menengah kebawah, sehingga sistem kapitalistik-monopoli berakibat mematikan golongan ekonomi menengah ke bawah yang sebagian besar adalah umat Islam. ( Menurut Richard Rabison, The Rise Capitalism in Indonesia. ( disertasi ), bahwa Golongan Ekonomi Menengah ke Bawah bagi Indonesia adalah pilar ekonomi yang nyata dan perlu diperkuat, sedangkan Golongan Ekonomi Konglomerat yang mengandalkan Modal Asing pinjaman itu merupakan tiang penyangga yang semu, suatu saat gampang melarikan modalnya ke luar negri, sehingga akan menggoyahkan perekonomian Indonesia .

Pada akhir hayat pemerintahan Orde Baru, ditengarai setelah pihak asing kepercayaannya mulai pudar,kemudian pembatasan kucuran dana pinjaman asing, dan masyarakat mulai tidak respek dan mengecam terhadap permainan politik pemerintah Orde Baru, maka kekdudukannya menjadi lemah. Pada kondisi lemah ini, pemerintah Orde Baru kelihatannya mulai mendekati umat Islam melalui tokoh-tokohnya. Namun, cara-cara pendekatan itu sudah tidak populer lagi, akhirnya terjadi arus deras untuk diadakan Reformasi. Arus deras Reformasi sebagai lokomotif (salah satunya Amien Rais) dan pendukung terbesaenya adalah umat Islam, berhasil memberhentikan Pemerintahan Orde baru, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto berhenti jadi presiden, dan masa transisi untuk sementara digantikan oleh BJ Habibie sampai dengan pemilihan umum Era Reformasi.

PERAN UMAT ISLAM DI AWAL REFORMASI
Masyarakat Indonesia mengalami titik kulminasi jenuh pada pemerintahan Orde Baru (yang sudah menjadi sama sengan Orde Lama). Cara-cara untuk mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan kendaraan GOLKAR yang dengan rekayasa skenariotip selalu memenangka pemilu, sehingga kekuasaan Suharto dan Kroninya diusahakan terus untuk dipertahankan. Harmoko selaku ketua Golkar yang terakhir mendorong Suharto untuk maju lagi jadi presiden di tahun 1997, mengklaim dengan mengatakan rakyat Indonesia masih menginginkan kekuasaan Suharto.
Pada kenyataanya lain, masyarakat luas sudah mengiginkan perubahan kepemimpinan nasional, bahkan sebagian di kalangan ABRI pun dan dunia internasional yang dulu sebagai pendukung dana dan politik Orde Baru, mulai kendor dan meninggalkan dukungannya. Dalam kondisi seperti ini, Suharto mendekati umat Islam melalui tokoh-tokohnya, namun tidak berhasil, sehingga Suharto terpaksa ”Berhenti” dari jabatannya sebagai presiden, dan digantikan oleh wakilnya yaitu BJ Habibie.
Pada era pemerintahan BJ Habibie yang hanya lebih kurang 1 tahun, berhasil menekan inflasi yang sebelumnya nilai rupiah terpuruk hingga Rp.15.000,- setiap satu dolarnya, dapat ditekan menjadi Rp. 6.000,- setiap dolar AS. Namun, adanya epouria politik yang terus bergelora, akhirnya pada sidang MPR peratanggunganjawabnya tidak diterima, maka BJ. Habibie tidak mencalonkan jadi presiden.
Pada awal Reformasi umat Islam pun terimbas adanya epouria politik, sehingga pada rame-rame mendirikan partai, antara lain lahirlah Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ); Partai Amanat Nasional ( PAN ) ( meskipun tidak berdasarkan Islam, namun basis pendukungnya Islam ), Partai Bulan Bintang (PBB); Partai Keadilan (PK); Partai MASYUMI BARU; Partai ABULYATAMA; Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) ( (semuanya berdasarkan Islam dan basis pendukungnyapun Islam), dan sebagainya ditambah Partai Persatuan Pembagunan (PPP) yang juga masih eksis dan punya masa.
Pada Pemilu 1999 PDI P berhasil unggul disusul Golkar, dan baru partai-partai Islam dan partai yang basis pendukungnya Islam ( bila partai-partai Islam dan yang berbasis pendukungnya Islam bersatu, insya Allah akan menang dalam pemilu. Namun, kanyataannya partai-partai Islam itu belum dapat bersatu sampai kini ).
Meskipun PDI P unggul dalam pemilu, namun dalam pemilihan presiden tidak berhasil, MPR memilih suara terbanyak Abdurrahman Wahid, sedangkan wakilnya baru Megawati. Abdurrahman wahid tidak mulus jadi presiden RI, dengan adanya berbagai persoalan akhirnya diberhentikan oleh MPR, kemudian digantikan oleh Megawati dengan mengambil wakil Hamzah Haz dari PPP.
Pada Pemilu 2004, partai-partai Islam dan yang berbasiskan Islam pun belum dapat meraih kemenangan. Pada pemilu ini Golkar pewaris Orde Baru berhasil menang, sedangkan dalam pemilihan presiden pun dimenangkan oleh SBY dan Jusuf Kalla ( dari Partai Demokrat dan Golkar ), sedangkan calon-calon lain yang jelas dari tokoh-tokoh umat Islam belum berhasil menang ( Amien Rais; Hasyim Muzadi; dan Sholahuddin Wahid ). Dengan keadaan seperti inilah sudah semestinya umat Islam perlu mukhasabah dan menyusun langkah-langlah yang lebih baik untuk masa depannya.

Selain politik, juga terjadi euporia liberalisme yang semakin menjadi, pornografi dan pornoaksi, serta banci merajalela dengan bebas melalui mass media, sehingga menjadi petaka rusaknya moral bangsa. Mereka menggunakan senjata HAM untuk kebebasannya. RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi tak kunjung diputuskan, karena terkendala para pendukung gerakan perusak moral itu. Perjuangan melawan KKN ( Korupsi- Kolusi – Nepotisme ) berjalan lamban, stagnan, karena tidak ada ketegasan dari pemerintah, sehingga kasus BLBI yang memakan uang rakyat + 90 Trilyun pun belum dituntaskan. Komunisme berusaha hidup kembali, melalui berbagai nama seperti PRD, PAPERNAS, dan mungkin alan lahir Partai Kemerdekaan Indonesia (PKI), mereka juga menggunakan senjata HAM untuk berlindung. Menghadapi komunisme pun tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.
Tingkatan keadaan ekonomi masyarakat masih ”njomplang”, yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin. Masyarakat lapisan menengah ke bawah hidupnya semakin sulit, dan perlu diupayakan kesejahteraannya secara serius. Namun,ada hal yang dapat jadi hiburan, yaitu berkembangnya Perekonomian Syari’ah yang diharapkan dapat menjadi alternatif untuk dapat mengobati ketimpangan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Sudah waktunya Ekonomi Syari’ah berpihak pada masyarakat dhuafa’, untuk ikut berusaha mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

KHOTIMAH
Tulisan di makalah pendek ini barulah pengamatan selintas dengan berusaha menggunakan fakta sejarah. Oleh karena itu, untuk mendalaminya perlu diadakan diskusi, sehingga akan lebih memperjelas tentang Umat Islam dalam perjuangan Indonesia. Adanya kekuarang mohon ma’af, ada pun kritik dan saran sangat diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Aboebakar Atjeh, Riwayat Hidup A. Wahid Hasjim. Djakarta, 1957.
A.K. Pringgodigdo, Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia. Djakarta: Pust. Rakjat,1960
Ahmad Adaby Darban,” Lasykar Santri Melawan penjajahan”, Makalah, ITB, 2006.
__________. Peran Serta Islam dalam Perjuangan di Indonesia. Yogyakarta: UII, 1989.
As-Syiyasyah. No 4. Th. 1974.
Benda. H.J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.
Endang Syaifuddin Anshari, Piagam Djakarta 22 Djuni 1945. Jakarta: Gema Insani Press
1997.
Rabinson. Richard, Indonesian The Rise of Capitalism. Singapore: Kin Hup Lee.Co.1986
Sagimun MD, Pahlawan Dipanegara Berdjuang. Jogjakarta: Dep,P&K., 1960.
Sartono Kartodirdjo. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu
Alternatif. Jakarta : Gramedia, 1982.
Snouck Hurgronje. Islam di Hindia Belanda. Jakarta: Bhratara, 1973.
Umar Kayam, Transformasi Budaya Kita. Yogyakarta: Senat Guru Besar UGM, 1989.


CURRICULUM VITAE

Nama : AHMAD ADABY DARBAN, DRS., S.U.
Lahir : di Jogjakarta, tanggal 25 Februari 1952.
Pendidikan : S1  Jurusan Sejarah Fak. Sastra UGM
S2  Jurusan Humaniora Fak. Pasca Sarjana UGM
Short Course Faculty of Art, Monash University,
Australia.
Pekerjaan : Dosen Jurusan Sejarah Fak. Ilmu Budaya UGM
Jabatan : Ketua Jurusan Sejarah FIB – UGM.
Alamat : Kauman Gm. I / 355 Jogjakarta, 55122.
Tlp. 0274. 373 426.
E-mail: adaby_ kauman@yahoo.com
adabydarban@gmail.com
http://adabydarban.blogspot.com

Karya Ilmiyah : 9 buku, dan sejumlah makalah untuk seminar di
dalam dan luar negeri, serta artikel di berbagai koran
jurnal, dan majalah.
Penelitian : 16 hasil penelitian.
Keluarga : Hanya punya seorang Isteri, lima anak dan lima cucu

SUDIRMAN; Guru Bangsa ( Bedah Buku )

SUDIRMAN GURU BANGSA INDONESIA

Judul Buku : Guru Bangsa Sebuah Biografi Jendral Sudirman

Pengarang : Sardiman, AM.,Drs.MPd.

Penerbit : Ombak, Jogjakarta, 2008.

Identitas Buku : 17 Bab, 268 halaman, terdapat Daftar Pustaka, Lampiran Sumber

Arsip, dan Index.

SELINTAS ISI

Buku biografi Panglima Besar – Jendral Besar Sudirman yang dibahas ini adalah terbitan kedua yang sudah ada revisi dan penambahan di sana-sini. Adapun terbitan pertama pada tahun 2000 dengan judul Panglima Besar Jendral Sudirman : Kader Muhammadiyah, yang diterbitkan oleh kerjasama antara Majelis Pustaka PP Muhammadiyah dengan Adicita Karya Nusa.

Buku ini membahas antara lain asal-usul Sudirman, Sudirman sebagai guru bagi teman sekolahnya dan menjadi teladan di lingkungan anak muda, juga menjadi pimpinan dan guru Kepanduan Muhammadiyah Hizboel Wathon ( Pembela Tanah Air ). Tumbuh dan berkembang dari seorang Guru Profesional ( pernah jadi Kepala Sekolah ) dan aktif di sekolah Muhammadiyah, serta berhasil memajukan dan mencerdaskan anak bangsa.

Selain sebagai seorang guru, Sudirman sebagai seorang moslem yang taat ikut berpartisipasi dalam melaksanakan perintah Rasul Muhammad SAW, “Ballighu’anny walau ayat” ( sampaikan apa yang dari padku walaupun satu ayat ), yatu menjadi Muballigh – juru dakwah. Sudirman dikenal sebagai Juru Dakwah yang mengedepankan persuasive dan pendekatan cultural, enthengan betrabligh keliling di pedesaan dan perkotaan. Bahkan ia pun mendirikan pusat dakwah, dan pada saat telah menjadi panglima pun Sudirman tetap suka mengaji di Pengajian Malem Selasa PP Muhammadyah di Gedung Pesantren Kauman Jogjakarta, serta tidak melupakan kegiatan dakwah di lingkungannya.

Pengalaman aktif di Kepanduan Hizboel Wathon merupakan modal bagi Sudirman dalam memasuki dunia kemiliteran. Karier kemiliterannya dimulai dari menjadi anggota Pembela Tanah Air ( PETA), yaitu kesatuan militer bangsa Indonesia yang dibentuk dan dilatih oleh Jepang ( sebagai strategi bangsa Indonesia untuk punya militer, yang kemudian untuk melawan Jepang sendiri dan Sekuti/Nica ). Pada zaman pejajahan Jepang telah dibentuk 2 kesatuan militer bangsa Indonesia yaitu PETA dan HIZBULLAH ( keduanya punya lambing yang sama Bintang Bulan, bedanya PETA Bintang Bulan dengan sinar, sedangkan Hizbullah Bintang Bulan tak pakai sinar ). Sudirman punya peran penting dalam PETA, yaitu sebagai Daidan (Daidanco) PETA di Kroya, yang setiap hari menaiki kuda Si Dawuk untuk berintegrasi pada anak buah dan masyarakat sekitarnya. Sudirman selalu membela anak buahnya yang mendapat tindakan semena-mena dari Jepang. Ia perintahkan pada anak buahnya bila ada yang dianiaya Jepang, maka harus berani “ Bekatul Saudaranya Merang” ( sebagai sandi Pukul dulu urusan belakang ). Sudirman selalu menamkan jiwa patriotism pada anak buahnya di PETA dan pada masyarakat melalui pengajian-pengajiannya.

Pada saat Jepang dikalahkan Sekutu ( bom Hiroshima & Nagasaki ), kedudukan Jepang di Indonesia mulai melemah( dalam keadaan facum of power). Kesempatan ini digunakan oleh bangsa Indonesia untuk kemerdekaan, bagi kesatuan bersenjata seperti Hizbullah dan PETA sebagai kesempatan untuk melawan Jepang ( senjata makan tuan ). Dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR)è Tentara Keamana Rakyat (TKR) yang kemudian jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sudirman dikenal sebagai pimpinan kesatuan bersenjata yang cerdas –cakap-tegas- dan bijak, diangkatlah sebagai Panglima TNI ( Sudirman telah membuktikan berhasil menekan masuknya Belanda dari Magelang sehingga Belanda mundur sampai Ambarawa dan kemudian didesak mundur sampai Semarang ). Dalam hal ini pasukan Sudirman banyak dibantu oleh Asykar Perang Sabil (APS), Pejuang Islam, Barisan Mlimin Temanggung (BMT) dan sebagainya. Keberhasilan Sudirman di beberapa front perjungan itu, maka diangkatah ia sebagai Panglima TNI yang pertama.

Dengan adanya Perjanjian Renville yang sangat merugikan NKRI ( Republik Indonesia tinggal di DIY, Sumbar dan Aceh ), dan didudukinya Jogjakarta oleh NICa Belanda, maka Sudirman lebih memilih berjuang terus melawan Belanda, dan tidak mau menyerah. Dalam hal inilah Sudirman kemudian mencetuskan “Perang Gerilya”, dengan strategi dan taktik perang wilayah yang terorganisasikan oleh pusat komando yang tersembunyi. Strategi perang gerilya inilah yang sangat membingungkan Belanda, atas komunikasi dan koordinasi antara Sultan Hamengkubuwana IX (mentri pertahanan) dengan Panglima Sudirman di pedalaman, maka berhasil dicetuskan perebutan atas kota Jogjakarta ( 6 jam di Jogja 1 Maret 1949 ). Peristiwa inilah yang membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia masih ada, yang kemudian ditindak lanjuti dengan perundingan ROEM – ROYEN ( April 1949 ). Perjanjian Roem-Royen inilah merupakan perjuangan diplomasi yang gemilang bagi bangsa Indonesia, hasilnya yaiti antara lain : Belanda mengakui keberadaan RI, melepaskan Pimpinan RI yang ditahan Belanda ( Sukarno, Hatta dll.), dan mengembalikan Jogjakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Ketika Sudirman kembali dari Gerilya masuk Jogjakarta, ia menuju Alun-alun utara untuk menemui Sri Sultan HB IX dan Mr. Syafruddin Prawiranegara (sebagi Mentri Pertahanan dan sebagai Pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia/PDRI), kemudian bersama-sama menuju Gedung Agung untuk menjumpai Soekarno dan Hatta.

Selama pejuangan memimpin Gerilya sesungguhnya Sudirman sudah menderita sakit, paru-parunya yang berfungsi tinggal satu. Setelah kembali dari perang gerilya, Sudirman diminta oleh dokter untuk berisirahat (total) dan dilarang untuk memikirkan politik . Namun, Sudirman tidak tetap mengikuti perkembangan politik kenegaraan RI. Dokter Halim Perdana Mentri RI dan juga dokter yang resmi dikirim Presiden Soekarno untuk mengobati Sudirman. Dalam pertemuan terakhirnya, Sudirman bekata lirih : “Saya hanya dapat menyokong usaha saudara dengan kekuatan batin saja dan berdo’a semoga usaha saudara memimpin Negara berhasil mencapai cita-cita kita semua”. Rupanya kata-kata Sudirman itu menjadi pesan terakhir untuk PM Halim dan dapat juga untuk para pemimpin Indonesia pada umumnya. Pada hari Ahad tanggal 29 Januari 1950 pukul 18.30 Jendral Sudirman wafat dalam usia 38 tahun.

Sebagai Guru Bangsa Indonesia, Sudirman tumbuh dari persemaian Moslem yang taat, yang berkembang sebagai seorang Guru Sekolahan, Guru Masyarakat, Guru Militer yang handal, yang dilandasi semangat Jihad Fi sabilillah setiap perjuangannya, dan sebagai Nasionalis Islami sejati. ( Allahumma fir lahu, war hamhu wa afihi wa fu’anhu).

Sobat saya Sardiman, dalam berupaya menulis buku ini betul-betul kerja keras, dengan menggunakan metode sejarah, berhasil mengelola sumber sejarah dengan baik, sehingga buku ini terwujud. Apabila terdapat beberapa hal dalam buku ini yang masih kurang sempurna, itu wajar, sebab siapapun penulis sejarah tidak akan mungkin dapat sempurna. Saya ucapkan selamat pada Sobat saya Pak Sardiman, dengan penuh harapan, buku ini akan dibaca oleh genarasi Tua dan Muda, agar kehidupan sudirman yang baik & benar dapat dijadikan TELADAN dalam perjuangan bangsa Indonesia di masa kini.

Semoga buku ini dapat menjadi amal-jariyah bagi pak Sardiman,

dan juga bagi Panglima Besar Jendral Besar Sudirman

atas keteladanannya, amien.

A. Adaby Darban

PENJAJAHAN ISRAEL ATAS PALESTINA

Oleh: A. Adaby Darban

Mengapa Bangsa Indonesia Membela Palestina ?
1. Bangsa Palestina termasuk pendukung pertama dan utama perjuangan
Bangsa Indonesia dalam meraih Kemerdekaan, pada saat bangsa-bangsa
lain belum berani memberikan dukungannya. Mufti Besar Palestina Syeikh
Muhammad Amin Al Husaini, melalui radio Berlin berbahasa Arab menyata-
kan dukungan atas nama bangsa Palestina ( yg masih dijajah ) kepada Ke-
merdekaan Indonesia. Bahkan, Mufti Besar Palestina ini juga mengambut
kedatangan Delegasi Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia.
Seorang Saudagar Kaya Palestina yang ikut menyambut delegasi itu pun
Dengan senang hati memberikan dana yang cukup besar untuk membantu
memenangkan Perjuangan Bangsa Indonesia ( saudagar itu bernama :
Muhammad Ali Thaher ). Sumber : M. Zein Hassan Lc.,Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri , Jakarta: Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indoesia. Dukungan ini dimuat juga dalam Surat Kabar Al-Ahram.
2. Di Palestina terdapat Masjidil Aqsho dan tanah Al Quds, sebagai tanah suci
ke 3 bagi umat Islam. Masjidil Aqsho adalah tempat Qiblat awal, tempat
Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhamad Saw., yang akan dihancurkan oleh Zionis
Yahudi. Kaum Zionis Yahudi memiliki program untuk menjadikan Palestina
sebagai tanah airnya, denan merebut dan menduduki tanah air Palestina.
Untuk program penjajahan ini, kaum Zionis bekerjasama dan mempenga-
ruhi Negara-negara Eropa dan Amerika sebagai Backing dan pendu-
kung adanya Negara Israel di atas tanah air bangsa Palestina. Penja-
jahan di muka bumi dengan dalih apapun adalah tindakan yang melanggar
hak-hak azasi manusia/bangsa, serta dalam Pembukaan UUD 1945 tegas
menolak segala bentuk penjajahan.
3. Peristiwa Genocida di Gaza merupakan kebiadaban Zionis Israel terhadap
Bangsa Palestina ( dengan Koran wafat lebih 1000 orang ). Hamas sebagai
Organisasi Rakyat Palestina yang Syah dan pmenang Pemilu, yg kemudian
Amerika & Israel tidak menyetujuinya, sehingga diupayakan untuk dimus-
nahkan. Zionis Israel selalu mengganggu perbatasan Gaza dengan menga-
dakan penembakan dan pembantain pada rakyat sipil. Hamas membela
hak-hak Rakyat Palestina membalas dengan penemakan roket ke Israel.
Israel dengan mengarahkan angkatan Udara, Laut, dan Darat bersama me-
sin perang serta senjata kimia pemusnah manusia menyerang bangsa Pa-
lestina di Gaza. Hamas mmbela rakyat Palestina, meskipun Hamas tidak
punya Pesawat terbang, Tank, Kapal Perang, dan senjata kimia, dengan
semangat Jihad Fi sabilillah gigih melawan Zionis Israel ( Seperti bangsa
Indonesia,ketika mempertahankan kemerdekaan dengan perang gerilya).
Kesimpulan:
Bangsa Indonesia membela Rakyat palestina karena aspek Agama,
Historis, Kemanusiaan, dan Perlawanan terhadap penjajahan dan
Kedloliman.

UPAYA JAHUDI MENDUDUKI PALESTINA
Bangsa Yahudi yang tidak memiliki tanah air, berusaha untuk mencaplok
Tanah air Bangsa Palestina, dengan mencanagkan program “ZIONISME”
( dari nama bukit Zion di Palestina ). Konsep ini terdapat dalam dokumen
Protocol, hasil rapat bangsa Yahudi Internasional.
Pada tahun 1897, Konggres Zionisme pertama di Kota Bazel, Swiss. Berha
sil membuat UU Zionisme dan program mendirikan Negara Israel. Dibentuk
tim perjuangan menuju Negara Israel ( Program Protocol 1897 – 19997 ),
harus berhasil menguasai seluruh Palestina. (tokohnya Theodor Herzl)
1907 Mulai pegerahan orang-orang Yahudi dari berbagai negara dikirim
ke Palestina, sedikit demi sedikit menduduki wilayah Palestina.
1916Politik Munafik (dua muka), 8 Agustus 1916, Inggris mengeluarkan
Pernyataan “ Diantara masalah yang penting dan tidak dapat diubah
lagi dalam politik Inggris adalah segala tempat suci di Palestina, harus
ada di dalam Pemerintahan Islam yg merdeka “ Lord Allenby
1917 2 November 1917 Balfour Declaration “ Berjanji dengan segala upaya
yg sekuat-kuatnya untuk membangun Jewish National Home (tanah
air Yahudi) di Palestina.” Tgl. 20 November 1917, Raja dan parlemen
Inggris memutuskan berusaha kuat untuk mendirikan Negara Yahudi
di Palestina.
1927Terus menerus Imigran Yahudi dari berbagai negara didatangkan ke
Palestina, yang dibantu dan difasilitasi oleh penjajah Inggris untuk
Merampas dan menduduki tanah Palestina. Dari perkembangan pen-
duduk dapat diketahui sebagai berikut :
Pada tahun 1922 jumlah penduduk Palestina hanya 757.182 jiwa (ter-
diri dari 590.890 Muslim, dan Yahudi ada 83.798 jiwa). Pada tahun
1936 terjadi lonjakan, yaitu 1.336.518 jiwa ( terdiri Muslim 848.342,
Sedang Yahudi meningkat 370.483 jiwa ), pada tahun 1947 Yahudi
Sudah menjadi 600.000 Jiwa.
1937Pemerintah penjajah Inggris mulai membagi daerah Palestina, yaitu
sebagian akan diberikan pada Yahudi, bangsa Palestina kecewa.
Ditanggapi oleh Inggris dan Yahudi dengan memperkuat persenja-
taan modern, dengan alasan untuk mempertahankan diri.
1947Setelah PD II selesai, Inggris dan Amerika memenuhi janjinya untuk
memberikan sebagian tanah Palestina pada kaum Zionis Yahudi,
maka dengan melobi PBB, sehinga diperdebatkan adanya Hak Kedau-
latan Yahudi akan mendirikan negara di atas sebagian tanah Palestina.
Namun, perdebatan belum selesai, Zionis Yahudi memproklamirkan
Negara Israel.
1948 14 Mei 1948, proklamirkan Negara Israel di Tel Aviv, dengan presiden
Pertama Chaim Weizmann dan Perdana mentrinya David Ben Gurion.
Beberapa jam kemudiab diakui secara defacto oleh Amerika dan Uni
Uni Sovjet. Beberapa Negara-negara Arab menentang merasa ditipu
oleh Inggris dan persekongkolan Negara-negara Eropa-Amerika- dan
Uni Sovjet. Kejadian inilah merupakan adanya konflik di Asia Barat,
yang merupakan “Bom Waktu” buatan Inggris, dengan mendirikan
Negara Israel di atas wilayah tanah bangsa Palestina.
Pihak Israel pun terus mengadakan ekspansi lebih jauh mencaplok
seluruh Palestina dan negara Arab lain yang jadi tetangganya.
Program Israel untuk terus mengusik dan ingin menguasai negara-
negara sekitarnya, tidaklah dapat sekses bila tidak dibantu oleh Ame-
rika dan Inggris serta sekutu-sekutunya.

Jumat, 20 Maret 2009

BEBERAPA PANDANGAN TENTANG MUHAMMAD

MUHAMMAD SAW
DALAM BErBAGAI PANDANGAN

Dihimpun oleh:*
AHMAD ADABY DARBAN

“ Muhammad seorang filosof, orator, pejuang, penakluk ide-ide, pembangun dogma rasional dari suatu agama, pembawa hukum keadilan, dan pembentuk emporium spiritual “ ( Lamartine, History de la Turquie. Paris: 1854, pag. 276-277 ).

“ Muhammad adalah promotor Revolusi Sosial dan Revolusi Internasional. Ia peletak dasar-dasar suatu Negara dengan hukum keadilan dan cinta-kasih, yang disiarkan ke seluruh dunia. Muhammad mengkhotbahkan persamaan seluruh umat manusia, dengan menumbuhkan rasa persaudaraan, serta saling tolong menolong sesama umat manusia sedunia “. ( Raumond Lerouge, La Vie de Mahomet, pag. 18-19 )

“ Muhammad seorang ahli fakir dan pekerja, tidak hanya untuk dirinya, tapi untuk segala zaman. Ia memahami bahwa fitrah manusia adalah penentang materialisme dan kerusakan. Muhammad adalah seorang genius berspiritual yang konstuktif “ ( M. Arthur Glyn Leonard Islam, Her Moral and Spiritual Value, pag. 27.)

“ Muhammad membawa satu agama yang telah membimbing berjuta-juta manusia dari berbagai kebangsaan, pengaruhnya telah disaksikan dunia”. ( Dr. Solwyn Gurney, Readings from World Religions. London: 1951. pag 254. )

“ Setiap kali saya membaca riwayat Muhammad, saya memperolah semangat baru untuk mengaguminya, juga semangat baru untuk menghormatinya “ ( Anne Bessant, The Life and Teaching of Muhammad. Madras: 1932. pag. 4.)

· Diambil dari: M. Hashem, Kekaguman Dunia terhadap Islam
Bandung: Penerbit Pustaka Salman, 1983.

“ Muhammad oleh banyak orang dilihat dari balik kabut hitam dan dengan penuh kecurigaan yang ditutupkan pada dirinya. Kemudian muncul ketakutan serta perkataan-perkataan keji yang diberikan pada Muhammad. Akan tetapi, kini kabut ketidak-adilan kini sudah mulai hilang, yang kemudian kita melihat cahaya Islam dan Muhammad ini dengan cahaya yang adil “ ( Bishop Boyd Carpenter, The Permanent Element in Religion. London: pag. 30 )

“ Pada garis besarnya, bahwa Muhammad adalah tokoh yang Agung dalam sejarah. Kemampuannya sebagai seorang negarawan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang luar biasa rumitnya, adalah benar-benar mengagumkan.” ( Alfred Guilame, Islam. London: 1954. pag. 2 )

“ Saya tidak dapat berpendapat lain, bahwa Muhammad adalah seorang tokoh paling besar dalam sejarah yang pernah hidup di muka bumi ini “ ( J.B. Barthelemey Saint Hillare, Impartial History. )

“ Ajaran Muhammad menegaskan kebenaran abadi, ia tidak mengikatkan diri pada metafisika, tetapi mengatur masyarakat bangsanya dengan peraturan-peraturan yang memberi respek pada kebersihan pribadi, kesungguhan semangat, diiringi dengan puasa dan sholat, serta mengutamakan cinta-kasih dan pemberi sedekah. Cukuplah untuk membenarkan bahwa Muhammad itu utusan Tuhan”. ( Dr. John William Draper. A History of Intellectual Development of Europe. London: 1874, pag. 329-330).

“ Apa yang dilakukan Muhammad telah mengilhami kehidupan umat manusia, namun ia tidak mengaku sebagai orang suci atau malaikat, ia merasa bersifat insa semata. Kecuali pribadinya yang cemerlang, iapun merasa tidak membedakan dirinya dari kaum muslinin lainnya. (R.V.C. Bodley.The Messenger. London: 1946, pag. 338 )

“ Muhammad terang-terangan menolak untuk melakukan keajaiban- keajaiban ilmu gaib. Muhammad meskipun kaya, namun menjauhi kemewahan, ia hidup bersahaja, menjauhi keserakahan, ia terkenal dengan prilakunya yang sederhana.” ( A.C. Bauquet. Comparative Religion .Middlesex: 1954, 269-270 ).


“ Sebenrnya Mohammad adalah pemimpin spiritual, dengan tangannya yang terletak pada pusat gerak dunia”. ( John Austin, “Mohammad Phrophet of Allah”, T.P.’s and Cassel Weekly, 24 September 1927 )

“Setelah mempelajari Muhammad, Pribadi Muhammad sangatlah Agung, saya pun suka pada Muhammad dan ajaran yang dibawanya. Saya yakin suatu saat emporium Inggris akan menganut ajarannya. Saya mengagumi dia, dan saya pun menganut pandangan hidupnya. Muhammad itu Juru Selamat yang terbesar bagi Umat Manusia. Saya yakin bahwa orang seperti Muhammad itu memegang pimpinan dunia modern sekarang ini, ia akan membawa kedamaian dan kebahagiaan yang sangat dihajatkan “ ( George Bernhard Shaw. Dalam De Kracht van den Islam. pag. 50 )

“ Muhammad menguasai hati manusia. Sebagai kepala agama dan kepala Negara, ia adalah Paus dan Caesar dalam satu pribadi. Kedudukan Muhammad dalam sejarah adalah, ia seorang pribadi yang menumbuhkan tiga sekaligus, yaitu satu agama, satu emporium, dan satu bangsa. Muhammad adalaah nabi, Nabi Allah yang sesungguhnya” ( Dr. Rev. Sosworth Smith, MA. Mohammed and Mohammedanism. London: 1947 ).

“ Kata-kata Muhammad mengandung Ilmu Pengetahuan, Scientea dari jiwa dan jasadnya “ ( Prof. Cumsten, guru besar sejarah Universitas Geneva, dimuat salam De Kracht van den Islam, pag.332 ).

“ Jiwa Muhammad adalah jiwa ramah tamah, serta pengaruhnya terasa dan tak pernah terlupakan oleh orang-orang sekitarnya yang pernah menemuinya “ ( Diwan Chand, The Prophets of the East. Calcutta: 1935, pag. 122 ).

“ Muhammad adalah seorang Pangeran, seorang yang besar, telah membangkitkan dan mempersatukan para patriot dinergerinya, dia pun telah menyelamatkan lebih banyak jiwa. Muhammad telah memberikan kepada mereka sebuah Qur’an, yang merupakan titik tolak kea rah Dunia Baru “ ( Kata Napoleon Bonaparte, dalam Cherfils, Bonaparte et l’Islam, pag. 105. dan dalam Encyclopedia des Sciences Religioses. Paris: 1880, jilid IX, pag. 501).
“ Saya lebih yakin dari sebelumnya, bahwa Muhammad memiliki penguasaan diri yang lebih kuat. Oleh karena itu, bukanlah pedang yang membawa Islam menuju kejayaan. Ajaran kesederhanaan dengan keperwiraan yang tak pernah takut di dalam Islam yang diajarkan oleh Muhammad. Saya telah mengetahui bahwa Muhammad selalu berjalan dengan taat pada Tuhan, ia seorang yang sederhana, wafat sebagai seorang miskin, dengan tidak menghendaki Mausoleum yang megah sebagai kuburannya. Muhammad seorang yang paling bersahabat, hingga akhir kehidupannya tidak melupakan pada orang yang pernah berbuat baik kepadanya” ( Dalam “ Young India “ pada Majalah The Light, 16 September 1924 ).

“ Muhammad ingatannya kuat dan tajam, akal budinya lancer dan luhur, berjiwa social. Muhammad bila mengambil keputusan cerdas, tegas dan jelas. Ia memiliki keberanian berfikir dan bertindak. Ide pertama tentang tugas ke Ilahiannya mewujudkan jejak Genius asli yang besar” ( Edward Gibbon, Decline and Fall of the Roman Empire. London: 1838, pag. 335 ).

“ Kejujuran Muhammad yang essensial tidak dapat diragukan lagi, harus diakui bahwa Muhammad itu tergolong diantara nabi-nabi. Ia mengajarkan, memperingatkan, dan mengemukakan fikiran-fikiran yang cermat dan luhur, dan meletakkan dasar-dasar akhlaq yang mulia” ( Prof. Nathaniel Schmidt, The New International Encyclopaedia. 1916, Jilid XVI, pag. 72.)

HIJRAH DAN TAHUN HIJRAH

HIJRAH DAN TAHUN HJRIYAH
Oleh: A. Adaby Darban

SELINTAS PERISTIWA HIJRAH
Berjuang untuk mengembangkan dan menegakkan Islam di Makkah, pada awalnya mengalami tekanan, siksaan, kekerasan, bahkan sampai dengan pembunuhan. Oleh karena itu, umat Islam yang tidak kuat menghadapi siksaan itu, kemudian mohon izin pada Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah ke Jastrip. Nabi pun mengizinkan, dan dan gelombang kaum muhajirin ini pun semakin banyak, dan dikemudian hari ada hikmahnya, yaitu dapat mempercepat sosialisasi dan menyebar pengaruh Islam pada masyarakat Jastrip.
Rasulullah Muhammad SAW tetap bertahan di Makkah, meskipun terus menerus mengalami ancaman, siksaan, blockade ekonomi (siapapun tidak boleh meberi makan pada Muhammad Saw ), sehinga Muhammad Saw hanya makan dedaunan dan mengencangkan ikat pinggal diganjal dengan batu. Namun, Nabi tetap terus menyiarkan agama Islam. Para pemimpin Kafir Quraisy bersepakat mengirim utusan untuk menanting Nabi dengan “ Jika Muhammad Saw mau berhenti menyiarkan Islam, akan diberi hadiah yaitu : Jabatan tertinggi sebagai pemimpin Qraisy, diberikan Harta yang banyak, dan boleh mengambil isteri kaum perempuan yang cantik dan di kehendaki “. Namun, Nabi Muhammad Saw. Bersikap Istiqomah, dengan menjawab tegas : “ Meskipun kamu dapat menempatkan Matahari di tangan kananku, dan Rembulan di tangan kiriku, aku tetap tidak akan berhenti menyebarkan Islam, ini kewajibanku kepada Allah Swt.”
Kaum Kafir Quraisy Makkah marah, dan memutuskan untuk membunuh Muhammad Saw. Eksekusi pada Muhammad Saw dilakukan pada malam hari, rumah Nabi dikepung rapat oleh pasukan bersenjata ( dalam rumah itu hanya ada 3 orang, Nabi, AbuBakar dan Ali ). Turunlah wahyu Allah swt. pada Nabi Muhammad Saw diperintahkan Hijrah malam itu juga, berkat pertolongan Allah Swt. para pengepung dibikin tidur terlena, Nabi bersama Abu Bakar berhasil keluar rumah menuju Yastrip, sedangkan Ali memohon untuk tidur di tempat nabi, untuk mengelabuhi. Alhamdulillah Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar selamat sampai di Yastrip ( walau mengalami pengejaran Da’tsur, namun gagal membunuh Nabi, dan bahkan ia masuk Islam ). Sampai di Yastrip Nabi disambut gembira dengan “ Thola’al Badru ‘ Alaina “ (puji-pujian bagikan purnama yang datang menyinari ).
Peristiwa Hijrah ini ternyata telah diatur Allah Swt, menjadi titik kekuatan awal Islam dalam mencapai suksesperjuangannya. Awalnya Nabi membangun Masjid Quba’ (hanya dengan anyaman pelepah Kurma ), kemudian mengadakan pelatihan kaderisasi “Khoiro Ummah” (umat yang terbaik sebagai Uswatun Hasnah / Qur’an S. Ali Imron 110). Umat inilah yang kemudian diajak oleh Nabi untuk membangun Keluarga Robbun Ghofuur, dan berhasil sukses, bahkan dapat kemenangan kembali ke Makkah tanpa dengan pertumpahan darah. Oleh karena itulah Yastrib diganti nama dengan Madinatul Munawwaroh ( negeri yang berperadaban dan memancarkan sinar ke seluruh dunia ). Nabi Muhammad Saw berhasil Mengubah dari masyarakat Jahiliyah (yang biadab) menjadi Masyarakat yang Madani-yah (yang berperadaban) hanya dalam waktu kurang dari 20 tahun. Oleh karena itulah Prof.Dr. Michael A. Hart, dalam hasil penelitiannya terhadap 100 tokoh yang berpengaruh dalam sejarah dunia, kemudian dibukukan : The one Hundered A Rangking of the Moost Influencial Person in History, meletakkan Nabi Muhammad Saw. Pada peringkat atas (pertama) tokoh sejarah yang berpengaruh baik di dunia.

TAHUN HIJRIYAH
Pada zaman Nabi belum sempat dibentuk kelender Hijriyah, namun Nabi sudah menggunakan perhitungan buan dengan Qomariyah (lunar system= edar bulan), dan menggunakannya untuk pertanda pedoman beribadah (nama-nama bulan dan hari sudah ada ).
Kalender Hijriyah sudah dirintis sejak zaman Khalifah Abu Bakar, dan kemudian dilanjutkan pada zaman Khalifah Umar bin Khottab. Pada waktu musyawarah untuk menentukan kalender Hijriyah terdapat berbagai pendapat :
1. Kalender dimulai dari Kelahiran Nabi Muhammad Saw.
2. Kalender dimulai dari Nabi Muhammad Saw menerima wahyu
3. Kalender dimulai dari peristwa Wafatnya Nabi Muhammad Saw, namun ketiganya ditolak, karena dikhawatirkan akan terjadi Kultus Individu Terhadap Muhammad, seperti halnya pada Nabi Isa as.(Masehi). Kemudian muncul usul baru, dari Ali bin Abi Talib, yang mengusulkan agar kalender Islam dimulai pada “Peristiwa Hijrah”, yaitu Hijarahnya Nabi dan Ummat Islam, dalam rangka strategi keberhasilan yang lebih besar. Usul itu diterima oleh Majelis, dan Khalifah Umar bin Khottab menyatakan “Hijarah adalah Dzulumati ilannuur ( dari Kegelapan menuju Terang benderang ). “ Hijrah juga berarti dari Jahiliyah ( kebiadaban ) menuju Tamadunniyah( peradaban ).
Tahun HIjriyah : Mengggunakan perhitungan Edar Bulan (lunar System=Qomariyah) è perubahan waktu dimulai terbenamnya Matahari ( Maghrib ). Kalender Masehi dan Saka memakai perhitungan Edar Matahari ( Solar System= Syamsiyah ).
Nama-nama Bulan melanjutkan yang sudah ada ( Muharrom; Safar; Rabi’ul Awwal; Rabi’ul Tsani; Jumadil’Awwal; Jumadil Tsani; Rajab; Romadlon; Syawwal; Dzulqo’idah; dan Dzulhijjah.), sedangkan nama-nama tanggal è menggunakan hitungan Arab, seperti ( Ahad; Isnaen; Tsalasa; Arba’ah; Khomsyah; Sittah; dan Sab’ah ).


Masuk ke Jawa ( Zaman Sultan Agung Mataram )
Sutan Agung mulai mengadakan perubahan dari kalender Saka kemudian dipadukan dengan kalender Hijriyah, jadilah tahun Jawa. Perubahan ini dimulai pada :
Tanggal 8 Juli 1633 M. atau pada tahun 1555 Saka, bertepatan tahun 1043 Hijriyah, diberlakukan “ Tahun Jawa-Isam “, dengan ketentuan sebagai berikut :
Angka tahun dimulai dengan meneruskan perhitungan tahun Sakka, namun cara menghitung tahun selanjutnya berdasar peredaran bulan.
Nama-nama tahun digunakan kalender Hijiryah, namun ada penyesuaian dengan perisiwa:
Muharrom ( oleh karena ada peristiwa 10 Muharrom= Assyuro, maka disebut SYuro )
Safar jadi Sapar
Robi’ul Awwal ( oleh karena ada peristiwa kelahiran nabi, maka disebut Mulud )
Rabi’ul Tsani/ Akhir, disebut Bakdo Mulud
Jumadil’Awwal, Jumadil Tsani/ Akhir, tetap.
Rojab jadi Rejeb
Sya’ban, jadi Ruwah ( karena ada pembersihan atau Ruwat )
Romadlon jadi Poso ( karena ada ibadah Puasa/Siyam )
Syawwal jadi Ba’do ( setelah puasa/ Lebaran )
Dzulqo’idah tetap
Dzulhijjah jadi Besar, karena ada Hari Raya Besar Idul Adha
Adapun nama-nama hari juga memakai kalender Hijriyah, hanya ada modifikasi kata:
Ahad, Isnaen (jadi Senin); Tsalasa’(jadi Selasa); Arba’ah ( jadi Rabu ); Khomsah (jadi Kamis); Sittah ( jadi Jum’at, karena ada ibadah Sholat Jum’at ) dan Sab’ah (jadi Sabtu).
Nama-nama Pasaran menurut asli budaya Jawa ( Wage- Kliwon- Legi- Pahing- Pon ).
Adapun nama-nama Windon ( Alip – Be – Dal- Ehe- Je- jimawal- Wawu- Ze )
CONTOH KONVERSI TAHUN :
1 MUHARROM 1430 HIJRIYAH SAMA DENGANè 1 SYURO 1942 Tahun Jawa, bête-
patan dengan 29 Desember 2008.
Ahmad Adaby Darban, 29 Desember 2008.

Rabu, 18 Maret 2009

DENGAR PENDAPAT DI KOMISI II DPR RI

DENGAR PENDAPAT DI DPR RI TENTANG

RENCANA UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

( DARI PENDEKATAN SEJARAH )

OLEH : AHMAD ADABY DARBAN

Assalaamu’alaikum.w.w.

Yang kami hormati Pimpinan Sidang Komisi II DPR RI,

Yang kami hormati seluruh anggota Komisi II DPR RI dan aparatnya,

Yang kami hormati sahabat-sejawat Sejarawan,

Yang kami hormati para Wartawan dan para tamu undangan.

Salam sejahtera, semoga Rahmat dan Barokah serta Hidayah Allaah melimpah kepada kita semuanya, amin.

MUQADIMAH

Kami haturkan terima kasih atas undangan dari Komisi II DPR RI (pertama untuk tanggal 23 Oktober 2008, kemudian diundur tanggal 27 November 2008, saat ini)

dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Kami hadir memenuhi undangan itu, dan kami berusaha untuk mengumpulkan sumber sejarah dan informasi sejarah lainnya, dalam rangka memberikan masukan sekemampuan kami untuk Rencana Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sedang dibahas oleh DPR RI. Dengan harapan semoga dengar pendapat ini merupakan silaturahim dan akan menghasilkan manfaat, serta melancarkan terbentuknya Undang-undang untuk Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati,

Melalui Rapat Dengar Pendapat Umum ini, dengan menggunakan pendekatan Sejarah, kami sampaikan sebagai berikut.

YOGYAKARTA DALAM MASA PENJAJAHAN

Bila ditinjau dari proses sejarahnya, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ( yang kemudian disingkat Kesultanan Yogyakarta ) dan Kadipaten Paku Alaman. Kesultanan Yogyakarta yang berdiri setelah tanggal 13 Februari 1755 (Perjanjian Giyanti), dan Kadipaten Paku Alam yang berdiri setelah tanggal 29 Juni 1812 (Penobatan P.Natakusuma sebagai Pangeran Merdika dengan gelar KGPA Paku Alam I ).

Keberadaan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman selama pemerintahan Kolonial Belanda, tidak diatur dengan undang-undang yang dibuat sepihak oleh penjajah, namun diatur tersendiri dengan suatu perjanjian ( dibicarakan bersama ) yang setara antara Gubernur Jendral ( mewakili Pemerintah Kerajaan Belanda ) dan Sultan. Kesepakatan itu dibuat dalam bentuk politiek contract (yang disyahkan oleh parlemen Belanda). Kontrak Politik itulah yang kemudian dijadikan dasar perundang-undangan bagi daerah-daerah yang memiliki status Swapraja ( daerah yang berhak mengatur pemerintahannya sendiri ). Dengan demikian, Wilayah Kesultanan & Paku Alaman diperlakukan istimewa, karena boleh dan berhak mengatur pemerintahannya sendiri ).

Ketika Jepang berhasil mengalahkan Hindia Belanda, pihak pemerintah Hindia Belanda menawarkan kepada Sultan Hamengku Buwana IX Raja Yogyakarta, untuk diajak bersama-sama mengungsi ke Australia, dalam rangka mendirikan pemerintahan di luar Indonesia ( pelarian/pengasingan ). Namun, Sri Sultan Hamengku Buwana IX dengan tegas menolak, dengan mengatakan bahwa “Kami akan mempertahankan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, dan akan menyelamatkan rakyat kami “. Pemerintahan Hindia Belanda telah berakhir di Indonesia, dan lari ke Australia ( kemudian mendirikan NICA ). Dengan demikian Wilayah Kerajaan Yogyakarta dan Paku Alam tetap memiliki kekuasaan yang berdaulat.

Pada zaman pendudukan Jepang, Sultan Hamengku Buwana IX dikukuhkan sebagai Koo Kooti ( Penguasa Daerah Istimewa ), di Istana Rijkswik ( istana Negara ) Batavia, pada tanggal 1 Agustus 1942. ( surat kabar Kan Po , No.1. Tahun ke 1, boelan 8-2602, hlm.21 ). Piagam pengakuan kedudukan Sultan itu ditanda-tangani oleh Gun Sereikan Hitosi Imamura. Pasal-pasalnya dalam piagam itu antara lain : Pasal 1 dan 2 berisi pengukuhan Hamengku Buwana IX sebagai KOO ( Sultan ), dan diberi hak memerintah menurut pemerintahannya. Pada pasal 3, dinyatakan bahwa wilayah Kooti sama dengan wilayah Kesutanan yang telah ada. Pasal 5 – 6 menegaskan hak istimewa yang telah ada di Kooti Yogyakarta dan bentuk lembaga-lembaga pemerintahan yang telah ada di bawah Kesultanan ( Kooti ) tetap dipertahankan, serta dilestarikan. Kewajiban Koo ( Sultan ) wajib memerintah dan memajukan kemakmuran penduduk Kooti. (lihat Kan Po, no.1, tahun ke 1, boelan 8 – 2602, hlm.22. P.J. Soewarno,Hamengkubuwana IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942 – 1974, suatu tinjauan Historis, Ygyakarta: Kanisius,1994, hlm.99 – 100 ). Pada zaman pendudukan Jepang kedudukan Yogyakarta juga semacam daerah istiwewa, dan diberikan otonomi untuk mengurus lembaga serta pemerintahannya sendiri.

Dalam rangka membersihkan pengaruh pemerintah penjajahan yang ada di lingkungan birokrasi, maka Sultan Hamengku Buwana IX berusaha memperkecil peranan dan kekuasaan Patih Dalem ( Danureja ), sehingga pemerintah penjajah akan sulit untuk memperalat mereka. Pada tanggal 8 April 1945 Sultan Hamengku Buwana IX menghapus lembaga kedudukan Patih dan pemerintahan sehari-hari dipegang langsung oleh Sultan Hamengku Buwana IX. Dikeluarkanlah Koorei yang isinya antara lain, dibuatlah lembaga jawatan yang membantu pelaksanaan pemerintah harian. Jawatan-jawatan itu disebut Paniradya (Kyoku) , ada 6 Paniradya (Kyoku), Kapanitran (Sekretariat); Ayahan Umum ( Urusan Umum ); Ekonomi; Wiyatapraja ( pendidikan); Yayasan Umum (Pekarjaan Umum); dan Rancana-Pancawarna ( Urusan Humas / Penerangan ). Untuk urusan pemerintahan harian , Sultan Hamangku Buwana IX lengsung memimpin kepala-kepala Paniradya, dengan demikian sering berkantor di Kepatihan. Dalam hal ini pemerintah pendudukan Jepang tetap menghormati kedaulatan Sultan Hamengku Buwana IX dan Kerajaan Yogyakarta. Salah satu bukti sejarah, ketika pemerintah pendudukan Jepang meminta agar rakyat Yogyakarta dilibatkan dalam kerja rodi “Romusha”, maka Sultan meminta rakyat dipekerjakan di wilayah Yogyakarta ( tidak boleh dibawa ke luar dari Yogyakarta). Atas persetujuan bersama, dibuatlah proyek “Selokan Mataram” yang menghubungkan Sungai Progo dengan Sungai Opak, melintas wilayah Yogyakarta. Strategi Sultan dengan proyek ini adalah : Pertama, Rakyat Yogyakarta yang dipekerjakan mudah dikontrol kesejahteraannya, dan pihak kraton juga dapat membantu memberikan logistic bagi warganya. Kedua, di masa yang akan datang, selokan itu akan bermanfaat juga untuk mengairi tanah lahan pertanian masayarakat Yogyakarta sendiri. Dengan demikian dapat lebih meringankan beban kehidupan masyarakat Yogyakarta di zama Jepang, dan Selokan Mataram itu sampai sekarang tetap berfungsi mengairi pertanian masyarakat.

YOGYAKARTA MENJELANG KEMERDEKAAN DAN MASA KEMERDEKAAN

Ketika BPUPKI dibentuk, Kraton Yogyakarta juga diundang untuk mengirimkan wakilnya, maka diutuslah Pangeran Purubaya dan Pangeran Bintara, yang nantinya bersama-sama anggota lainnya mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia, dan penyusunan Undang-undang Dasar calon Negara Republik Indonesia. Dari keikutsertaaannya dalam sidang-sidang BPUPKI itulah sebenarnya di lingkungan Kraton Yogyakarta bersama tokoh-tokoh bangsa Indonesia lainnya telah memiliki cita-cita untuk bebas merdeka dari segala bentuk penjajahan.

Oleh karena itu, maka ketika penjajah Jepang kalah dan kemudian Soekarno – Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 Sultan Hamengku Buwana IX dan Adipati Pakualam VIII mengirim telegram mengucapkan selamat atas Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia “.

Pada tanggal 20 Agustus 1945, Hamengku Buwana IX dan Adipati Paku Alam VIII mengirim telegram ke 2, yang isinya : Mengucapkan selamat atas terpilihnya Soekarno – Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, serta menyatakan resmi berdiri dibelakang kepemimpinan Soekarno dan Hatta.

Sebagai penghargaan Pemerintah Republik Indonesia kepada Sultan HB IX dan PA VIII, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Piagam Kedudukan yang isinya antara lain,

a. Penetapan Hamengku Buwana IX sebagai Kepala Daerah Kerajaan Yogyakarta yang merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia.

b. Bertugas menjaga keselamatan daerah Yogyakarta, sebagai bagian dari daerah Republik Indonesia. ( Piagam Kedudukan ini tertanggal 19 Agustus 1945, namun baru berhasil sampai pada Sultan HB IX dan PA VIII pada tanggal 6 September 1945 ).

Pada Tanggal 5 September 1945, lahirlah Amanat Sultan Hamengku Buwana IX dan Adipati Paku Alam VIII, yang isi pokoknya ialah :

1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Sebagai Kepala Daerah di Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, kami bertanggung jawab atas, a. Urusan daerah Ngayogyakarta Hadiningrat, dan b. Kekuasaan lain seluruhnya dipegang oleh Hamengku Buwana IX.

3. Hubungan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Republik Indonesia bersifat: a. Langsung; dan b. Hamengku Buwana IX bertanggung jawab langsung pada pada Presiden Republik Indonesia.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, dismpaikan kembali Amanat Kerajaan Ngaygyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alam untuk :

1. Kesediaan menta’ati Undang-undang Dasar Republik Indonesia

2. Membentuk Badan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), sebagai Dewan Perwakilan Rakyat ( sementara )

3. Hamengku Buwana IX sebagai Kepala Daerah dan Paku Aam VIII sebagai Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Peristiwa-peristiwa yang wujudnya “pernyataan bersejarah “ di atas itu merupakan rangkaian menuju Daerah Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian diperkuat dengan adanya Pasal 18 B ayat (1) Undang-undang Dasar RI 1945, yang menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat Istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.

Oleh karena amanat konstitusi UUD1945, maka proses Daerah Yogyakarta yang sudah final menjadi Daerah Istimewa itu, maka perlu segera dibuatkan Undang-Undang Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, sesuai dengan perjalanan Sejarah pembentukannya.

PENDUKUNG

Proses sejarah di atas, merupakan pokok penentu secara final Daerah Yogyakarta wajar sebagai Daerah Istimewa dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain dari proses sejarah di atas,berikut ini kami sampaikan beberapa pendukung yang menguatkannya, antara lain:

1. Ketika NICA ( Belanda ) ingin kembali menjajah Indonesia, dan berhasil menduduki Jakarta, maka Sultan hamengku Buwana IX menawarkan Yogyakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Setelah tawaran itu diterima, mulai tahun 1946 sampai dengan 1949 secara resmi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia. Sultan Hamengku Buwana IX mensuport perlengkapan negara ( untuk perkantoran ) dan juga dana yang cukup besar. Di samping itu juga, Yogyakarta dijadikan pusat pengendalian perjuangan perlawanan terhadap NICA Belanda. Dengan demikian para pejuang dari beberapa daerah berkumpul dan menyusun strategi perjuangannya dari Yogyakarta.

2. Pada waktu NICA menyerang Yogyakarta, dan akan mengajak Sultan Hamengku Buwana IX berpihak kepadanya, dengan tegas ditolak, dan bahkan Kraton Yogyakarta ditutup tidak mau menerima tamu NICA. Kraton Yogyakarta pada waktu Revolusi mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia dijadikan persembunyian para Gerilyawan RI. Ketika pihak NICA mohon masuk untuk mencari para gerilyawan, di jawab Sultan dengan “Langkahi Mayatku Sebelum masuk Kraton Yogyakarta”. Belanda tidak berani memaksakan kehendaknya, dan gagal masuk kraton.

3. Ketika Belanda menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, dan NICA telah menguasai bekas Hindia Belanda, maka Sultan Hamengku Buwana IX bersama Panglima Sudirman merencanakan adanya “Serangan Oemoem 1 Maret 1949”. Setelah terjadinya Serangan Oemoem 1 Maret itu, membuka mata dunia, sehingga PBB menginstruksikan gencatan senjata dan perundingan. Diadakanlah Perundingan Roem – Royen pada bulan April 1949, yang hasilnya cukup cemerlang, antara lain a. Belanda mengakui adanya Republik Indonesia dengan Ibukota Yogyakarta; b. Belanda keluar-mundur dari Yogyakarta; c.Soekarno-Hatta dan para menteri yang ditahan Belanda dibebaskan; dan d. Menyepakati adanya Konferensi Meja Bundar (KMB).

4. Pada tanggal 30 Juni 1949 ( sehari setelah tentara Belanda mundur keluar dari Yogyakarta ), Sri Sultan Hamengku Buwana IX yang menjabat sebagai Menteri Negara Koordinator Keamanan, atas nama Presiden Republik Indonesia memprokamirkan bahwa Pemerintahan di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta kembali di tangan Pemerintah Republik Indonesia, yang berkedudukan lagi di ibukota Yogyakarta. Atas penetapan Paduka Yang Mulia Presiden, panglima Tertinggi Angkatan Perang RI, maka buat semetara waktu, kekuasaan pemerintahan Republik, baik sipil maupun militer di Daerah Istimewa Yogyakarta, dipegang dijalankan oleh Menteri Negara Koordinator Keamanan, yang dibantu segala Badan dan alat kekuasaan serta pegawai negeri yang ada dan yang akan datang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pernyataan ini merupkan rasa konsisten bagi Sultan dan rakyat Yogyakarta dalam mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Perjalanan Per-Undang-undangan yang menyangkut tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sejak :

a. Undang-undang Dasar 1945, pasal 18

b. Undang-undang No. 22 tahun 148, tentang Pemerintah Daerah, pasal 6 dan pasal 18 ayat 5.

c. Undang-undang No.3 tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta,

d. Undang-undang No.1 tahun 1957, tenang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, pasal 25 ayat 1.

e. Undang-undang No. 18 tahun 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, pasal 88.

f. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Penyeragaman Pemerintah Daerah, pengecualian untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.

g. Undang-undang No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah,pasal 122.

h. Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, pasal 226 ayat (1)

Sejarah perundang-undangan yang menyangkut Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat dinamika yang menarik ( lihat lampiran Sumber Sejarah perundang-undangan DIY), namun baru sebatas permukaan, belum meyentuh aspek budaya, religiositas, dan struktur rumah tangga khas yang menjadi dasar hakekat keistimewaannya. Dengan demikian diperlukan segera ada UU tentang Pemerintahan DIY.

KHOTIMAH

Sebagai penutup dengar pendapat ini, kami menyampaikan pokok pendapat kami, yaitu:

1. Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah menjadi keputusan final ( baik dilihat dari perspektif Historis, Kultural, Sosiologis, Yuridis, maupun Filosofis ), yang tidak perlu dipersoalkan lagi.

2. Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa perlu segera diatur dalam Undang-undang, dengan memperhatikan aspek-aspek Sejarah, Budaya, Religiositas, dan struktur rumah tangga khas yang menjadi hakekat dasar keistimewaannya. Daerah Istimewa Yogyakarta setingkat Provinsi (bukan Profinsi), yang dipimpin oleh Kepala Daerah (bukan Gubernur).

3. Kepemimpinan Daerah Istimewa Yogyakarta melekat dengan wujud atas pengakuan hak asal usul yang bersifat Istimewa serta peranannya dalam sejarah perjuangan Indonesia( lihat proses Historis ), dilakukan dengan melalui Pengukuhan oleh Presiden terhdap Sultan Hamengku Buwana yang masih/ sedang bertahta sebagai Kepala Daerah dan Paku Alam yang masih/ sedang bertahta sebagai Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta .

Denikianlah paparan kami, dalam forum dengar pendapat RUU tentang Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diselenggarakan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat republik Indonesia. Tiada gading yang tak retak, pabila ada kekurangan dan kesalahan, mohon dapat dimaafkan. Harapan akhir kami, agar UU tentang Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat segera terwujud, dengan memperhatikan suara hati nurani masyarakat. Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum.w.w. Ahmad Adaby Darban