Senin, 23 Maret 2009

SUDIRMAN; Guru Bangsa ( Bedah Buku )

SUDIRMAN GURU BANGSA INDONESIA

Judul Buku : Guru Bangsa Sebuah Biografi Jendral Sudirman

Pengarang : Sardiman, AM.,Drs.MPd.

Penerbit : Ombak, Jogjakarta, 2008.

Identitas Buku : 17 Bab, 268 halaman, terdapat Daftar Pustaka, Lampiran Sumber

Arsip, dan Index.

SELINTAS ISI

Buku biografi Panglima Besar – Jendral Besar Sudirman yang dibahas ini adalah terbitan kedua yang sudah ada revisi dan penambahan di sana-sini. Adapun terbitan pertama pada tahun 2000 dengan judul Panglima Besar Jendral Sudirman : Kader Muhammadiyah, yang diterbitkan oleh kerjasama antara Majelis Pustaka PP Muhammadiyah dengan Adicita Karya Nusa.

Buku ini membahas antara lain asal-usul Sudirman, Sudirman sebagai guru bagi teman sekolahnya dan menjadi teladan di lingkungan anak muda, juga menjadi pimpinan dan guru Kepanduan Muhammadiyah Hizboel Wathon ( Pembela Tanah Air ). Tumbuh dan berkembang dari seorang Guru Profesional ( pernah jadi Kepala Sekolah ) dan aktif di sekolah Muhammadiyah, serta berhasil memajukan dan mencerdaskan anak bangsa.

Selain sebagai seorang guru, Sudirman sebagai seorang moslem yang taat ikut berpartisipasi dalam melaksanakan perintah Rasul Muhammad SAW, “Ballighu’anny walau ayat” ( sampaikan apa yang dari padku walaupun satu ayat ), yatu menjadi Muballigh – juru dakwah. Sudirman dikenal sebagai Juru Dakwah yang mengedepankan persuasive dan pendekatan cultural, enthengan betrabligh keliling di pedesaan dan perkotaan. Bahkan ia pun mendirikan pusat dakwah, dan pada saat telah menjadi panglima pun Sudirman tetap suka mengaji di Pengajian Malem Selasa PP Muhammadyah di Gedung Pesantren Kauman Jogjakarta, serta tidak melupakan kegiatan dakwah di lingkungannya.

Pengalaman aktif di Kepanduan Hizboel Wathon merupakan modal bagi Sudirman dalam memasuki dunia kemiliteran. Karier kemiliterannya dimulai dari menjadi anggota Pembela Tanah Air ( PETA), yaitu kesatuan militer bangsa Indonesia yang dibentuk dan dilatih oleh Jepang ( sebagai strategi bangsa Indonesia untuk punya militer, yang kemudian untuk melawan Jepang sendiri dan Sekuti/Nica ). Pada zaman pejajahan Jepang telah dibentuk 2 kesatuan militer bangsa Indonesia yaitu PETA dan HIZBULLAH ( keduanya punya lambing yang sama Bintang Bulan, bedanya PETA Bintang Bulan dengan sinar, sedangkan Hizbullah Bintang Bulan tak pakai sinar ). Sudirman punya peran penting dalam PETA, yaitu sebagai Daidan (Daidanco) PETA di Kroya, yang setiap hari menaiki kuda Si Dawuk untuk berintegrasi pada anak buah dan masyarakat sekitarnya. Sudirman selalu membela anak buahnya yang mendapat tindakan semena-mena dari Jepang. Ia perintahkan pada anak buahnya bila ada yang dianiaya Jepang, maka harus berani “ Bekatul Saudaranya Merang” ( sebagai sandi Pukul dulu urusan belakang ). Sudirman selalu menamkan jiwa patriotism pada anak buahnya di PETA dan pada masyarakat melalui pengajian-pengajiannya.

Pada saat Jepang dikalahkan Sekutu ( bom Hiroshima & Nagasaki ), kedudukan Jepang di Indonesia mulai melemah( dalam keadaan facum of power). Kesempatan ini digunakan oleh bangsa Indonesia untuk kemerdekaan, bagi kesatuan bersenjata seperti Hizbullah dan PETA sebagai kesempatan untuk melawan Jepang ( senjata makan tuan ). Dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR)รจ Tentara Keamana Rakyat (TKR) yang kemudian jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sudirman dikenal sebagai pimpinan kesatuan bersenjata yang cerdas –cakap-tegas- dan bijak, diangkatlah sebagai Panglima TNI ( Sudirman telah membuktikan berhasil menekan masuknya Belanda dari Magelang sehingga Belanda mundur sampai Ambarawa dan kemudian didesak mundur sampai Semarang ). Dalam hal ini pasukan Sudirman banyak dibantu oleh Asykar Perang Sabil (APS), Pejuang Islam, Barisan Mlimin Temanggung (BMT) dan sebagainya. Keberhasilan Sudirman di beberapa front perjungan itu, maka diangkatah ia sebagai Panglima TNI yang pertama.

Dengan adanya Perjanjian Renville yang sangat merugikan NKRI ( Republik Indonesia tinggal di DIY, Sumbar dan Aceh ), dan didudukinya Jogjakarta oleh NICa Belanda, maka Sudirman lebih memilih berjuang terus melawan Belanda, dan tidak mau menyerah. Dalam hal inilah Sudirman kemudian mencetuskan “Perang Gerilya”, dengan strategi dan taktik perang wilayah yang terorganisasikan oleh pusat komando yang tersembunyi. Strategi perang gerilya inilah yang sangat membingungkan Belanda, atas komunikasi dan koordinasi antara Sultan Hamengkubuwana IX (mentri pertahanan) dengan Panglima Sudirman di pedalaman, maka berhasil dicetuskan perebutan atas kota Jogjakarta ( 6 jam di Jogja 1 Maret 1949 ). Peristiwa inilah yang membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia masih ada, yang kemudian ditindak lanjuti dengan perundingan ROEM – ROYEN ( April 1949 ). Perjanjian Roem-Royen inilah merupakan perjuangan diplomasi yang gemilang bagi bangsa Indonesia, hasilnya yaiti antara lain : Belanda mengakui keberadaan RI, melepaskan Pimpinan RI yang ditahan Belanda ( Sukarno, Hatta dll.), dan mengembalikan Jogjakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Ketika Sudirman kembali dari Gerilya masuk Jogjakarta, ia menuju Alun-alun utara untuk menemui Sri Sultan HB IX dan Mr. Syafruddin Prawiranegara (sebagi Mentri Pertahanan dan sebagai Pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia/PDRI), kemudian bersama-sama menuju Gedung Agung untuk menjumpai Soekarno dan Hatta.

Selama pejuangan memimpin Gerilya sesungguhnya Sudirman sudah menderita sakit, paru-parunya yang berfungsi tinggal satu. Setelah kembali dari perang gerilya, Sudirman diminta oleh dokter untuk berisirahat (total) dan dilarang untuk memikirkan politik . Namun, Sudirman tidak tetap mengikuti perkembangan politik kenegaraan RI. Dokter Halim Perdana Mentri RI dan juga dokter yang resmi dikirim Presiden Soekarno untuk mengobati Sudirman. Dalam pertemuan terakhirnya, Sudirman bekata lirih : “Saya hanya dapat menyokong usaha saudara dengan kekuatan batin saja dan berdo’a semoga usaha saudara memimpin Negara berhasil mencapai cita-cita kita semua”. Rupanya kata-kata Sudirman itu menjadi pesan terakhir untuk PM Halim dan dapat juga untuk para pemimpin Indonesia pada umumnya. Pada hari Ahad tanggal 29 Januari 1950 pukul 18.30 Jendral Sudirman wafat dalam usia 38 tahun.

Sebagai Guru Bangsa Indonesia, Sudirman tumbuh dari persemaian Moslem yang taat, yang berkembang sebagai seorang Guru Sekolahan, Guru Masyarakat, Guru Militer yang handal, yang dilandasi semangat Jihad Fi sabilillah setiap perjuangannya, dan sebagai Nasionalis Islami sejati. ( Allahumma fir lahu, war hamhu wa afihi wa fu’anhu).

Sobat saya Sardiman, dalam berupaya menulis buku ini betul-betul kerja keras, dengan menggunakan metode sejarah, berhasil mengelola sumber sejarah dengan baik, sehingga buku ini terwujud. Apabila terdapat beberapa hal dalam buku ini yang masih kurang sempurna, itu wajar, sebab siapapun penulis sejarah tidak akan mungkin dapat sempurna. Saya ucapkan selamat pada Sobat saya Pak Sardiman, dengan penuh harapan, buku ini akan dibaca oleh genarasi Tua dan Muda, agar kehidupan sudirman yang baik & benar dapat dijadikan TELADAN dalam perjuangan bangsa Indonesia di masa kini.

Semoga buku ini dapat menjadi amal-jariyah bagi pak Sardiman,

dan juga bagi Panglima Besar Jendral Besar Sudirman

atas keteladanannya, amien.

A. Adaby Darban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar