Sabtu, 26 September 2009

BELAJAR DARI MONUMEN; MENELUSURI JEJAK SEJARAH

MENELUSURI PENINGGALAN SEJARAH
UNTUK MEMPERKOKOH BERBANGSA
( SEBUAH PENGANTAR PENDEK )

Oleh : AHMAD ADABY DARBAN


Setiap peristiwa sejarah akan meninggalkan traces ( jejak-jejak ) sejarah, baik lengkap atau tidak lengkap. Jejak-jejak peninggalan sejarah itulah yang disebut sumber sejarah, yang kemudian dikumpulkan oleh para sejarawan/peneliti sejarah, dan dilakukan rekonstruksi, sehingga menjadi sebuah kisah sejarah. Kisah Sejarah berupa tulisan baik bersifat diskriptif naratif, maupun diskriptif analitis, dengan nuansa bahasa menurut penulisnya, dan disertai gambar-gambar sebagai pendukungnya.

Dengan penulisan sejarah itu, sebuah peristiwa sejarah dapat diabadikan dengan narasi dan retorika, sehingga para generasi penerus bangsa ini dapat mengetahui akar kehidupan bangsa kita, bangsa Indonesia. Memang penulisan sejarah itu tidak terlepas dari sibjektivitas fersi, yang dipengaruhi oleh zaman, idiologi, dan kehidupan penulisnya. Namun, akan muncul objektivitas sejarah berdasarkan pemakaian sumber yang akurat-kuat, dengan rethorika yang objektif. Dari buku-buku sejarah, kemudian dikembangkan menjadi adegan dalam seni Drama, Kethoprak, Ludruk dan kemudian ke dunia perfileman/senetron, dikembangkan lagi melalui VCD,DVD, dan juga melalui internet. Dengan demikian sebuah peristiwa sejarah itu dapat tersebar dan dinikmati oleh masyarakat luas.

MONUMEN SEBAGAI SALAH SATU BUKTI SEJARAH

Monumen adalah salah satu upaya manusia untuk mengabadikan bukti adanya peristiwa sejarah. Menurut tujuannya, monumen dibuat ada yang dengan kesengajaan memang untuk sebuah peninggalan, agar generasi yang akan dating tetap mengenang suatu peristiwa sejarah, namun juga ada monumen dibangun dengan begitu saja tidak punya maksud untuk dikenang.
Menurut jenisnya monumen ada dua, yaitu pertama monumen mati ( seperti bangunan Tugu, Prasasti, Candi yang tidak untuk ibadah, Patung-pating pahlawan dan sebagainya ), dibuat untuk peringatan, tetenger, dan sebagai peninggalan, sedangkan kedua adalah monumen hidup, yaitu monumen yang sengaja dibuat untuk peringatan, tetenger adanya suatu peristiwa atau peninggalan, yang masih difungsikan oleh masyarakat untuk aktifitas tertentu. Sebagai contoh monumen hidup ini antara lain : Monumen Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang diwujudkan Masjid Istiqlal di Jakarta (menempati lokasi bekas Benteng Belanda pusat VOC ), Monumen Perebutan Kota Baru Yogykarta yang diwujudkan dengan Masjid Syuhada’, dan beberapa monumen yang diwujudkan untuk sekolah. Kesemuanya itu monumen yang masih dimanfaatkan bagi masyarakat luas.

BELAJAR DARI MONUMEN

Terlepas itu monumen hidup atau monumen mati, semuanya punya manfaat bagi kita generasi kini dan generasi yang akan datang. Di samping dapat informasi dari buku-buku sejarah, media komunikasi baik radio, film,tv,dan sebagainya, kita perlu mengunjungi monumen peninggalan sejarah, dimana sebuah peristiwa sejarah itu terjadi dan kita dapat mengunjungi menyaksikan dari dekat tempet kejadian peristiwa itu.

Lawatan Sejarah dengan mengunjungi berbagai monumen merupakan salah satu upaya yang baik untuk pendidikan sejarah bagi kita semuanya. Dalam kunjungan ke monumen, akan disaksikan sebuah bangunan atau bentuk apa saja yang dibuat sebagai monumen itu seakan benda yang mati, namun meninggalkan pesan yang berharga bagi peristiwa sejarah. Oleh karena itu, kesempatan yang baik kita belajar dengan media monumen yang dikunjungi.

Belajar dari monumen adalah mengunjungi, dan mendengarkan penjelasan dari “yang nara sumber”, kemudian penajaman pengetahuan tentang peristiwa sejarah yang terjadi di monumen itu ( dapat mengkaji relief, diorama, benda-benda, dan setting tempat peristiwanya secara langsung ). Dengan demikian diharapkan akan lebih mengetahui & memahami suatu kejadian sejarah yang ada di monumen itu, tidak hanya hafalan saja.

Sebagai contoh : Ketika mengunjungi Makam Imogiri, kita akan mengetahui dan memahami perjuangan Sultan Agung melawan Belanda, kepala JP Coen yang terbunuh ( dikubur di tangga terbawah makam ?), dan mengetahui tentang sejarah raja-raja Mataram Islam, Ngajogyakarto dan Surakarta. Ketika kita mengunjungi monumen Tentara Pelajar (TP) di Wates, kita akan memahami bagaimana peranan para pelajar yang gigih berani mati melawan pendudukan Belanda. Ketika mengunjungi monumen Kentungan, akan mengetahui dari dekan tempat pembunuhan dan penguburan Kol. Katamso dan Let.Kol. Sugiyono, sebagai korban salah satu bukti kebiadaban pemberontakan G.30.S./PKI.. Ketika berkunjung ke monumen Yogya Kembali, kita dapat pengetahuan tentang perjuangan rakyat Yogyakarta bersama Sultan, para ulama,para pemimpin kelaskaran, angkatan perang, bersatu padu mengusir Belanda dari Yogyakarta, sehingga Belanda mundur keluar dari Yogyakarta, dan Yogyakarta kembali menjadi ibukota RI.

Ketika kita mengunjungi monumen Gading, kita akan mendapat pengetahuan tentang sebuah Pelabuhan Udara buatan Bala Tentara Jepang dalam rangka memperkokoh pendudukannya di Yogyakarta, dan juga berfungsi sebagai pengiriman Romusha.

Ketika kita mengunjungi monumen Ki Ageng Giring, kita akan dapat pengetahuan tentang latar belakang berdirinya kerajaan Mataram Islam, berdasarkan sumber Folklor dan Babad.

Contoh di atas hanyalah sebagaian yang akan dikunjungi pada program Lawatan Sejarah Periode ini. Memang sengaja tidak dijelaskan secara detail dalam catatan pendek ini, sebab nanti akan dijelaskan lebih panjang, lebar, dan mendalam oleh nara sumber lainnya.

PENDALAMAN INFORMASI DARI MONUMEN

Setelah para guru dan siswa bersama-sama mengunjungi beberapa monumen yang ada di DIY, maka agar tidak lupa dan hilang begitu saja perlu diadakan pendalaman. Pendalaman ini sebagiknya dilakukan bersama antara guru dan siswa ( system Student Center Learning ), yaitu guru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam menyusun laporan pendalaman terhadap pengetahuan tentang monumen yang telah dikunjungi.

Agar pendalaman ini tidak sekedar kesan dan pesan setelah melihat monumen, maka perlu diperhatikan kompetensinya, yaitu bagaimana siswa faham, mengetahui, dan mampu menjelaskan (eksplanasi ) terhadap salah satu peristiwa sejarah yang dimonumenkan, secara mendalam.

Demikianlah catatan singkat yang dapat disajikan dalam pertemuan ini, diharapkan dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 29 Juli 2004

A. Adaby Darban, Drs., S.U.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar